Opini

Menyongsong Momentum 17 Agustus 2024 Pengisian Jabatan Eselon II di Sulawesi Barat: Evaluasi dan Implikasinya

×

Menyongsong Momentum 17 Agustus 2024 Pengisian Jabatan Eselon II di Sulawesi Barat: Evaluasi dan Implikasinya

Sebarkan artikel ini

Opini Oleh. Muhammad Said

Pengisian jabatan eselon II di pemerintah provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) menunjukkan ketidakpastian yang mengganggu kelancaran administrasi pemerintahan. Kami telah menggaris bawahi masalah signifikan mengenai lamanya proses pengisian jabatan ini. Terlepas dari pengumuman hasil seleksi terbuka (Selter) yang sudah terjadi April lalu, hingga saat ini belum ada tindakan konkrit dari Penjabat Gubernur Sulbar untuk mengisi enam posisi yang kosong di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Sulbar. Keterlambatan ini patut dipertanyakan, terutama jika dibandingkan dengan langkah cepat yang diambil oleh Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) yang telah menyelesaikan proses serupa jauh lebih awal.

Keterlambatan ini menimbulkan beberapa masalah yang penting untuk dicermati. Pertama, adanya kesan bahwa proses ini patut diduga ada unsur kesengajaan yang diperlambat karna sudah ada hasil Asesmen mulai dari 3 besar kemudian merujuk pada skor atau nilai dari masing-masing peserta pimpinan tinggi Pratama. Hal ini bisa jadi demi memenuhi kepentingan tertentu, yang mana dapat melibatkan pengaturan internal atau kepentingan kelompok tertentu di lingkungan pemerintahan. Publik berhak untuk berasumsi dan menuntut transparansi dalam proses ini. Jika ada unsur-unsur yang mengesankan mengabaikan demi keuntungan pribadi atau kelompok, maka hal ini mencerminkan buruknya manajemen dan integritas dalam pemerintahan Provinsi Sulawesi Barat.

Kedua, keterlambatan ini mempengaruhi efektivitas pemerintahan. Jabatan eselon II memiliki peran yang krusial dalam operasional dan pengambilan keputusan di masing-masing OPD. Tanpa pejabat definitif, implementasi program dan kebijakan menjadi terhambat, yang pada gilirannya berdampak pada pelayanan publik. Hal ini tidak hanya mengganggu kelancaran administratif, tetapi juga bisa merugikan masyarakat yang bergantung pada layanan dan pembangunan infrastruktur pemerintah.

Ketiga, anggaran yang digunakan untuk proses SELEKSI TERBUKA, yang mencapai ratusan juta rupiah, seharusnya tidak dianggap remeh. Jika hasil dari seleksi tersebut tidak dimanfaatkan secara efektif, maka hal ini merupakan pemborosan sumber daya publik yang sangat disayangkan. Pengeluaran besar yang tidak disertai dengan hasil yang memadai menunjukkan ketidak mampuan dalam pengelolaan anggaran dan ketidak seriusan dalam menerapkan hasil seleksi.

Dengan mempertimbangkan semua hal tersebut, penting untuk adanya penjelasan yang jelas dari pihak terkait mengenai alasan keterlambatan ini. Penjabat Gubernur Sulbar perlu memberikan transparansi dan menjelaskan langkah-langkah yang akan diambil untuk segera mengisi jabatan-jabatan kosong ini. Publik juga berhak untuk mendapatkan informasi mengenai proses seleksi dan keputusan yang diambil. Keterbukaan ini akan membantu mengembalikan kepercayaan publik dan memastikan bahwa pemerintahan dapat berfungsi dengan optimal.

Akhirnya, evaluasi dan perbaikan terhadap sistem seleksi dan pengisian jabatan perlu dilakukan untuk mencegah terulangnya masalah serupa di masa depan. Pemerintah harus memastikan bahwa proses administrasi berjalan dengan efisien dan berorientasi pada kepentingan publik, bukan pada kepentingan segelintir orang. Transparansi, akuntabilitas, dan kecepatan dalam pengambilan keputusan adalah kunci untuk mewujudkan pemerintahan yang efektif dan berintegritas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »