Takalar, Potretnusantara.co.id – Ratusan warga bersama mahasiswa yang tergabung dalam Pengurus Besar Himpunan Pelajar Mahasiswa Takalar (PB HIPERMATA) dan HMI Komisariat Hukum UMI Makassar tumpah ruah ke jalan poros Galesong, Sabtu (14/6/2025), dalam aksi besar-besaran menolak rencana pembangunan perumahan Rachita Indah 2 oleh PT Rachita.
Pengembang properti raksasa di Sulsel ini berencana memperluas proyeknya ke Desa Biringkassi dan Desa Aeng Batu-Batu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar. Namun, ekspansi tersebut langsung memicu gelombang penolakan dari masyarakat setempat, yang menilai proyek ini akan membawa dampak lingkungan serius, khususnya banjir.
Aksi yang menamakan diri sebagai Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Takalar Tolak Rachita Indah 2 dipimpin oleh Ilham Akbar sebagai Jenderal Lapangan dan Muh. Syarif sebagai Koordinator Lapangan. Demonstrasi tersebut memblokade jalan utama hingga menyebabkan kemacetan total, memaksa pihak kepolisian melakukan pengalihan arus lalu lintas.
Dalam orasinya, Ilham Akbar yang juga menjabat sebagai Ketua Umum PB HIPERMATA, dengan tegas menyuarakan keresahan masyarakat.
“Kami tidak menerima kehadiran pengembang perumahan, mereka hadir hanya untuk meraup pundi-pundi uang tanpa memikirkan nasib warga dan masyarakat sekitar. Desa ini kalau ditimbun akan menimbulkan dampak banjir yang luar biasa. Itu tentu sangat merugikan masyarakat.”
Sementara itu, Muh. Syarif mendesak Pemerintah Daerah untuk bersikap tegas dengan mencabut izin proyek tersebut.
“Kalau izinnya telah terbit, ini tentu menjadi tanya besar, karena mereka tidak pernah datang ke pemerintah desa setempat dan meminta persetujuan warga. Kalaupun itu sudah terbit maka kami meminta pemda untuk mencabut izin pembangunan perumahan Rachita di Galesong.”
Lokasi pembangunan yang menjadi sasaran proyek PT Rachita diketahui merupakan kawasan empang besar yang selama ratusan tahun menjadi jalur utama pembuangan air dari dua desa. Masyarakat khawatir, alih fungsi lahan ini akan menutup aliran air dan menyebabkan banjir parah di pemukiman mereka.
Warga setempat, Musdalifah Dg Ngona, tak mampu menahan emosinya saat menyuarakan keresahan warga.
“Kami jelas menolak kehadiran mereka, rumah kami pasti banjir kalau mereka membangun di sana. Air pembuangan kami akan tertutup dan tidak tahu akan mengalir ke mana lagi. Intinya kami menolak mereka membangun di sini. Tolong kasihani kami,” urainya dengan mata berkaca-kaca.
Setelah dua jam menyampaikan aspirasi mereka di tengah teriknya matahari, massa akhirnya membubarkan diri secara tertib. Namun, peringatan keras disampaikan: mereka siap kembali turun ke jalan jika aktivitas pembangunan kembali terlihat di lokasi yang dipersoalkan.
Editor: Muh. Rizal