Oleh: Ilham Azhari Said
UIN Alauddin Makassar, kampus islami yang mengusung tema “kampus peradaban” kini tampak berada di persimpangan jalan, atau mungkin juga bisa kita sebut salah jalan. Terbaru, civitas akademika UIN Alauddin Makassar digemparkan dengan berita penangkapan oknum pegawai kampus yang diduga terlibat dalam sindikat peredaran uang palu. Parahnya, pabriknya diberitakan berada di dalam lingkungan kampus. Lebih celakanya lagi, pusatnya berada di Gedung Perpustakaan, tempat yang diharapkan mampu menjadi sumber cahaya ilmu, justru menjadi sumber beredarnya uang palsu. Meskipun masih dalam proses penyelidikan, berita ini tentu telah mencoreng Institusi Pendidikan, khususnya yang berlabelkan Islam. Kampus UIN Alauddin Makassar sepertinya benar-benar tengah salah jalan.
Tidak hanya peristiwanya yang memalukan, tetapi sikap rektor juga turut memalukan. Awalnya, rektor UIN Alauddin Makassar, Hamdan Juhannis mengakui adanya oknum pegawai kampus yang ditangkap terkait peredaran uang palsu tersebut. Sehari setelahnya, Hamdan kembali berkomentar, menyebut bahwa berita terkait keterlibatan anak buahnya dalam sindikat uang palsu hanyalah desas-desus belaka. Sungguh pernyataan yang membagongkan, kata anak-anak jaman now. Dengan demikian, kita bisa melihat, bahwa selain lihai melawan takdir, Hamdan juga lihai dalam melawan kata-katanya sendiri.
Tidak elok rasanya, ketika seorang rektor tidak mampu menunjukkan sikap ksatria, untuk setidak-tidaknya meminta kepada kepolisian agar mengusut tuntas kasus peredaran uang palsu tersebut sampai ke akar-akarnya. Jika perlu, pun kalau ada oknum pejabat kampus yang terlibat, rektor harus berani menindakinya. Sekali lagi, ini bukan perkara melawan takdir, melainkan melawan tindak kejahatan. Sayangnya, jauh panggang dari api. Rektor lebih dahulu mempertontonkan sikap pengecutnya. Atau barangkali, sudah seperti inilah tabiat dari orang nomor satu di kampus peradaban tersebut.
Selain mempertontonkan sikap pengecutnya, rektor juga mempertontonkan sikap tidak tahu malunya. Seharusnya, dengan adanya berita keterlibatan oknum pegawai kampus UIN Alauddin Makassar dalam sindikat peredaran uang palsu, rektor mesti meminta maaf kepada khalayak. Segala sesuatu yang terjadi di dalam kampus, sebagai seorang rektor, seharusnya menjadi orang yang paling bertanggung jawab. Kejadian ini, memperlihatkan kita bagaimana seorang rektor lengah dalam melakukan pengawasan di internalnya sendiri. Sayangnya, lagi-lagi, jauh panggang dari api. Tidak sedikit pun rektor menyampaikan permohonan maaf kepada publik atas kejadian yang menggemparkan sekaligus mencoreng nama baik kampus.
Pada akhirnya, beredarnya uang palsu, turut membuka citra baik kampus yang ternyata palsu. Sebuah peristiwa yang menarik; uang palsu, citra kampus yang palsu, dan sikap rektor yang tidak tahu malu.