Ismail Suardi Wekke
PB HMI 2006-2008
Dalam satu kesempatan (Makassar), awal September ini HMI di Badko Sulsel-Bar, dan juga Cabang Makassar dan Makassar Timur dilantik dalam sebuah acara yang disebut Pelantikan Akbar. Kemudian berikutnya, HMI Cabang di Maros, dan juga Soppeng. Senyampang dengan pelantikan itu menjadi momentum menuangkan catatan dalam artikel ini.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai salah satu organisasi mahasiswa tertua dan terbesar di Indonesia, telah memainkan peran penting dalam perjalanan sejarah bangsa. Sejak didirikan pada tahun 1947, HMI telah mencetak kader-kader bangsa yang memiliki komitmen tinggi terhadap nilai-nilai keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan. Namun, dalam konteks dinamika sosial politik yang terus berubah, HMI juga dihadapkan pada berbagai tantangan dalam menjalankan perannya sebagai organisasi mahasiswa.
Selama berpuluh-puluh tahun, HMI telah berkontribusi dalam berbagai gerakan sosial dan politik di Indonesia. Mulai dari perjuangan kemerdekaan, pembangunan nasional, hingga reformasi, HMI selalu berada di garis depan. Kader-kader HMI banyak yang menjadi tokoh-tokoh penting dalam pemerintahan, lembaga legislatif, maupun organisasi masyarakat.
Dalam konteks dinamika sosial politik yang terus berubah, peran HMI semakin kompleks dan penuh tantangan. Era globalisasi, digitalisasi, dan munculnya berbagai isu kontemporer seperti radikalisme, intoleransi, dan ketidaksetaraan, telah menghadirkan tantangan baru bagi HMI. Oleh karena itu, mengkaji peran HMI dalam menghadapi tantangan kebangsaan menjadi hal yang sangat relevan untuk dilakukan.
HMI di Era Digital
Era digital telah membawa pergantian cara yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk di dalamnya organisasi mahasiswa seperti HMI. Tantangan globalisasi seperti liberalisasi ekonomi, arus informasi yang deras, dan pluralisme nilai, memberikan dampak yang kompleks terhadap identitas dan peran HMI.
Munculnya gerakan radikalisme dan intoleransi menjadi salah satu tantangan serius yang dihadapi HMI. Sebagai organisasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai moderasi dan toleransi, HMI harus aktif dalam melawan segala bentuk radikalisme yang dapat merusak kerukunan umat beragama dan persatuan bangsa.
Perkembangan teknologi digital dan media sosial telah mengubah cara organisasi mahasiswa berkomunikasi dan berinteraksi. Di satu sisi, teknologi ini memudahkan HMI dalam menyebarkan informasi dan merekrut anggota. Namun di sisi lain, media sosial juga dapat menjadi sarana penyebaran hoaks (berita palsu) dan ujaran kebencian yang dapat merusak citra organisasi.
Pemerolehan nilai generasi muda menjadi tantangan lain yang dihadapi HMI. Nilai-nilai individualisme, hedonisme, dan materialisme yang semakin menonjol di kalangan generasi muda, dapat menggerus nilai-nilai keislaman dan kebangsaan yang selama ini dijunjung tinggi oleh HMI.
Untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, HMI perlu melakukan revitalisasi kaderisasi. Proses kaderisasi harus terus diperbaiki dan disesuaikan dengan perkembangan zaman, sehingga menghasilkan kader-kader yang memiliki kompetensi, integritas, dan komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai organisasi.
HMI juga perlu memperkuat jaringan kerja dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar organisasi. Kolaborasi dengan organisasi mahasiswa lain, lembaga pemerintah, dan masyarakat sipil dapat memperkuat posisi tawar HMI dalam memperjuangkan isu-isu kebangsaan.
Pengembangan intelektualitas kader menjadi hal yang sangat penting. HMI harus mendorong anggotanya untuk terus belajar dan mengembangkan diri, sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat dan bangsa.
Masa Depan HMI dan Indonesia
HMI sebagai organisasi mahasiswa memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan bangsa. Dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks, HMI perlu terus beradaptasi dan melakukan inovasi. Dengan memperkuat kaderisasi, jaringan kerja, dan intelektualitas kader, HMI dapat tetap relevan dan memberikan kontribusi yang positif bagi masa depan bangsa.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah membuktikan eksistensinya sebagai organisasi yang konsisten memperjuangkan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan. Dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks, HMI perlu terus beradaptasi dan melakukan inovasi. Dengan memperkuat kaderisasi, mengembangkan jaringan kerja, dan meningkatkan intelektualitas kader, HMI dapat menjadi motor penggerak perubahan menuju Indonesia yang lebih baik. Kolaborasi dengan berbagai pihak menjadi kunci keberhasilan dalam mewujudkan cita-cita tersebut.
Tidak saja dengan status Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi mahasiswa tertua di Indonesia, tetapi juga perlu memainkan peran sentral dalam membentuk karakter bangsa. Di era digitalisasi, HMI dihadapkan pada tantangan baru dalam menjaga relevansi dan nilai-nilai organisasinya. Integrasi teknologi informasi (IT) dalam kegiatan HMI membuka peluang besar untuk meningkatkan efektivitas komunikasi, rekrutmen anggota, dan jangkauan program. Namun, di sisi lain, IT juga membawa risiko seperti penyebaran hoaks, polarisasi digital, dan ancaman terhadap privasi data. Tantangan lain yang dihadapi HMI adalah pergeseran nilai generasi muda, radikalisme, dan intoleransi.
Untuk tetap relevan, HMI perlu melakukan transformasi digital yang berimbang, memperkuat nilai-nilai kebangsaan, serta meningkatkan literasi digital para anggotanya. Dengan demikian, HMI dapat menjadi organisasi yang adaptif dan terus berkontribusi dalam membangun bangsa Indonesia yang lebih baik.