Opini

Pedang Damokles Akademik dan Pembungkaman Suara Kritis Mahasiswa

×

Pedang Damokles Akademik dan Pembungkaman Suara Kritis Mahasiswa

Sebarkan artikel ini

Penulis: Alkautsar Taufik (Pegiat Forum Merah Putih Sulawesi Selatan)

Potretnusantara.co.id – Dalam mitologi Yunani, pedang Damokles menggambarkan bahaya yang selalu mengancam mereka yang berada dalam posisi kekuasaan. Ironisnya, di lingkungan kampus modern, pedang ini kini terayun di atas kepala mahasiswa dalam bentuk ancaman Drop Out (DO). Fenomena ini tidak hanya mengancam masa depan akademik mereka, tetapi juga berpotensi membungkam suara kritis yang seharusnya menjadi inti dari kehidupan intelektual kampus.

Ancaman DO seringkali digunakan sebagai instrumen kontrol oleh birokrasi kampus. Alih-alih mendorong pertumbuhan intelektual dan mendidik mahasiswa untuk berpikir kritis, kebijakan ini justru menciptakan atmosfer ketakutan. Mahasiswa yang seharusnya bebas mengekspresikan ide dan kritik konstruktif, kini harus berpikir dua kali sebelum bersuara, khawatir tindakan mereka akan dianggap sebagai pelanggaran yang bisa berujung pada DO.

Dampak dari kebijakan ini sangat mendalam. Pertama, ia menciptakan generasi akademisi yang cenderung patuh tanpa mempertanyakan. Padahal, kemampuan untuk mempertanyakan status quo dan berpikir kritis adalah esensi dari kemajuan ilmiah dan sosial. Kedua, pembungkaman ini menghambat perkembangan demokrasi kampus, yang seharusnya menjadi miniatur masyarakat ideal di mana setiap suara dihargai dan didengar.

Lebih jauh lagi, ancaman DO sebagai respons terhadap kritik mahasiswa mencerminkan kegagalan institusi pendidikan dalam menjalankan fungsinya sebagai wadah pengembangan intelektual. Kampus seharusnya menjadi tempat di mana ide-ide diuji, diperdebatkan, dan disempurnakan, bukan tempat di mana suara-suara kritis dibungkam atas nama ketertiban atau reputasi institusi.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan reformasi mendasar dalam kebijakan kampus. Pertama, perlu ada pemisahan yang jelas antara standar akademik dan kebebasan berekspresi. Kedua, kampus harus menciptakan mekanisme yang lebih konstruktif untuk menangani kritik dan perbedaan pendapat, seperti forum diskusi terbuka atau ombudsman kampus. Ketiga, perlu ada edukasi bagi civitas akademika tentang pentingnya kebebasan akademik dan berpendapat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Pada akhirnya, tantangan bagi institusi pendidikan tinggi adalah menciptakan lingkungan yang mendorong pemikiran kritis sambil tetap menjaga standar akademik. Pedang Damokles akademik harus digantikan dengan perisai pelindung yang menjamin kebebasan intelektual. Hanya dengan demikian, kampus dapat benar-benar menjadi tempat di mana ide-ide brilian lahir dan berkembang, membentuk generasi pemikir yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berani menyuarakan kebenaran dan keadilan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »