Opini

Kepemimpinan 100 Hari: Antara Janji Kampanye dan Kenyataan Tambang Ilegal di Gowa

×

Kepemimpinan 100 Hari: Antara Janji Kampanye dan Kenyataan Tambang Ilegal di Gowa

Sebarkan artikel ini

Oleh: Muh Fajar Nur (Forum Komunikasi Pemuda Kabupaten Gowa)

Opini Publik, Potretnusantara.co.id –  Seratus hari pertama pemerintahan kerap dianggap sebagai momen penting untuk menunjukkan keseriusan kepala daerah dalam menjalankan visi dan misi yang telah dijanjikan kepada masyarakat. Secara konseptual, masa ini menjadi indikator awal kemampuan pemimpin dalam membangun tata kelola pemerintahan yang transparan, partisipatif, dan bertanggung jawab (Widodo, 2020).

Di Kabupaten Gowa, masyarakat menyimpan ekspektasi besar terhadap kepemimpinan Bupati terpilih, terutama dalam aspek penegakan hukum, perlindungan lingkungan, dan pemberdayaan warga. Namun, realita di lapangan menunjukkan tantangan besar, terutama maraknya aktivitas tambang ilegal galian C yang tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga melanggar Perda No. 6 Tahun 2022 tentang RTRW.

Masalah Serius: Tambang Ilegal dan Lemahnya Penegakan Hukum
Data dari Forum Komunikasi Pemuda Kabupaten Gowa memperlihatkan peningkatan aktivitas tambang ilegal selama 100 hari terakhir. Alat berat beroperasi tanpa pengawasan di berbagai lokasi, merusak ekosistem dan mengganggu kenyamanan masyarakat. Banyak aktivitas tersebut berlangsung di area yang tidak diperuntukkan untuk tambang berdasarkan RTRW, sehingga jelas melanggar hukum.

Meski Perda tersebut dirancang untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan, lemahnya pengawasan serta ketidaktegasan aparat membuat aturan ini tak lagi efektif. Beberapa perusahaan tambang bahkan beroperasi tanpa izin yang sah dan belum tersentuh oleh sanksi hukum yang semestinya dijatuhkan oleh otoritas setempat.

Lebih parah, masyarakat sekitar tambang mengeluhkan kerugian mulai dari kerusakan jalan desa akibat truk tambang, hingga intimidasi saat mereka menyuarakan keluhan. Beberapa warga bahkan merasa tidak aman saat menyampaikan protes kepada pemerintah.

Analisis: Ketimpangan dan Krisis Kepercayaan
Kondisi ini menunjukkan adanya krisis dalam kepemimpinan dan ketidakberpihakan kepada rakyat. Berdasarkan konsep justice-based governance (Kooiman, 2003), pemerintah seharusnya berperan aktif melindungi hak masyarakat dan lingkungan, bukan hanya menjadi fasilitator pembangunan. Jika regulasi hanya sebatas himbauan tanpa penegakan nyata, kepercayaan publik akan terus menurun.

Ada pula ketimpangan nyata antara perlakuan terhadap masyarakat biasa dan pelaku usaha besar. Masyarakat diwajibkan mematuhi hukum, sedangkan korporasi yang melanggar hukum seolah dibiarkan. Situasi ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada kepentingan tersembunyi yang melanggengkan praktik ilegal melalui pembiaran, kolusi, atau kelemahan birokrasi.

Solusi: Keadilan Lingkungan dan Penataan Hukum yang Tegas
Pemerintah daerah harus segera mengambil langkah nyata dan menyeluruh. Pertama, penegakan hukum harus dijalankan secara tegas tanpa pandang bulu, termasuk terhadap perusahaan besar yang melanggar. Sinergi antar lembaga seperti kepolisian, Dinas Lingkungan Hidup, dan instansi pertambangan sangat penting.

Kedua, jaminan perlindungan terhadap pelapor dan warga yang bersuara harus menjadi prioritas. Partisipasi warga hanya akan efektif jika mereka merasa aman. Pemerintah perlu menyediakan jalur pelaporan yang terbuka dan disertai tindak lanjut yang jelas.

Ketiga, masyarakat sipil harus dilibatkan dalam pengawasan melalui forum multipihak atau lembaga independen, guna memperkuat pengawasan publik dan mendorong peran aktif generasi muda dalam menjaga ruang hidup mereka.

Keempat, tata kelola lingkungan dan ruang wilayah harus direformasi dengan prinsip keadilan ekologis, yakni dengan menempatkan keberlanjutan ekosistem dan generasi masa depan sebagai dasar dalam setiap kebijakan pembangunan (Schlosberg, 2007).

Seruan Moral untuk Pemimpin Daerah
Seratus hari memang waktu yang singkat, tetapi cukup untuk menunjukkan arah dan keberpihakan kepemimpinan. Jika dalam waktu tersebut belum terlihat gebrakan nyata, maka momentum berikutnya harus digunakan untuk perubahan yang lebih konkret. Rakyat tak lagi butuh janji, mereka butuh tindakan.

Sebagai pemuda Gowa, kami tidak hanya menjadi penonton. Kami adalah generasi yang akan menanggung dampak dari kebijakan hari ini. Kami akan terus bersuara, mengawal, dan mendesak agar pemimpin daerah berpihak kepada rakyat dan lingkungan, bukan pada kepentingan sempit pelaku tambang ilegal.

Editor: Muh. Rizal


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *