Opini

Dominasi Politik atas Hukum: Panggilan bagi HMI untuk Berdiri di Garis Depan

×

Dominasi Politik atas Hukum: Panggilan bagi HMI untuk Berdiri di Garis Depan

Sebarkan artikel ini

Oleh: Andi Massakili Cabang Gowa Raya Badko HMI Sulsel, Peserta Advance Training LK III Badko HMI Sulsel 2025

Opini, Potretnusantara.co.id – Di tengah gempuran kepentingan politik yang kian mengintervensi sistem hukum, Indonesia sebagai negara hukum kini menghadapi krisis kepercayaan yang serius. Hukum yang seharusnya menjadi panglima justru kerap tunduk pada kekuasaan. Fenomena dominasi politik atas hukum bukan hanya menggerus keadilan, tetapi juga mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Inilah saatnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tidak hanya bersuara, tetapi berdiri di garis depan sebagai kekuatan moral dan intelektual.

Hukum dalam Bayang-Bayang Kekuasaan

Praktik intervensi politik terhadap hukum dapat dilihat dari berbagai kasus: revisi undang-undang yang sarat kepentingan elite, intervensi dalam pemilihan hakim konstitusi, hingga tumpulnya penegakan hukum terhadap aktor-aktor politik tertentu. Seperti dikatakan oleh Prof. Mahfud MD, “Hukum itu netral. Yang tidak netral adalah para penegaknya.” Ketika penegak hukum takluk pada kekuasaan, hukum kehilangan wibawa.

Independensi lembaga penegak hukum pun dipertanyakan. Fenomena ini menciptakan ketimpangan hukum, yang oleh Bivitri Susanti disebut sebagai “simbol kemunduran demokrasi di era reformasi.” Rakyat yang kehilangan kepercayaan pada hukum perlahan-lahan menjadi apatis terhadap sistem demokrasi itu sendiri.

HMI sebagai Pilar Kritis Gerakan Mahasiswa

HMI bukan sekadar organisasi kemahasiswaan biasa. Dengan akar ideologis pada Nilai Dasar Perjuangan (NDP), HMI memiliki mandat untuk menjadi kontrol sosial, penyuara kebenaran, dan penjaga moralitas bangsa. Dalam konteks dominasi politik atas hukum, HMI harus tampil sebagai garda terdepan untuk mengawal independensi hukum dari intervensi kekuasaan.

Dalam kata-kata Lafran Pane, pendiri HMI:
“Negara yang baik hanya bisa diwujudkan oleh manusia yang baik.”
Maka, kader HMI harus menjadi manusia-manusia baik itu: yang berani, kritis, dan teguh pada nilai.

Langkah Strategis HMI

1. Revitalisasi kaderisasi. Materi konstitusi, hukum tata negara, dan reformasi peradilan harus diperkuat dalam Latihan Kader (LK).
2. Penguatan advokasi hukum. HMI dapat membentuk Legal Watch di tiap cabang untuk mengawal kasus hukum yang tidak adil.
3. Kampanye literasi digital. Melawan narasi hukum yang bias melalui podcast, infografis, dan opini publik.

Seperti kata Anies Baswedan:
“Tugas kita bukan hanya membentuk intelektual, tapi juga membentuk keberpihakan yang benar.”
Keberpihakan itu hari ini harus jatuh kepada hukum yang bebas dari dominasi politik.

Menjaga Arah Perjuangan

HMI harus sadar bahwa diam dalam situasi ketidakadilan hukum adalah bentuk kompromi terhadap cita-cita besar bangsa. Perjuangan membangun masyarakat adil dan makmur tidak akan terwujud jika hukum tidak lagi dipercaya. Maka, keterlibatan aktif HMI dalam isu-isu hukum bukan hanya perlu, tetapi wajib.

Penutup

Dominasi politik atas hukum adalah tanda kemunduran demokrasi. Saat hukum dikendalikan oleh kekuasaan, maka keadilan menjadi barang langka. Di tengah situasi ini, HMI dipanggil untuk kembali pada jati dirinya—menjadi pembela rakyat, pengawal keadilan, dan pemurni cita-cita reformasi. Inilah momentum bagi HMI untuk berdiri di garis depan, menyuarakan kebenaran, dan membela hukum dari jeratan kekuasaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *