Opini

Sampah Jadi Bahan Obrolan: Ketika Kesadaran Kebersihan Menjadi Tren Baru

×

Sampah Jadi Bahan Obrolan: Ketika Kesadaran Kebersihan Menjadi Tren Baru

Sebarkan artikel ini

Oleh. Mashud Azikin

Opini Publik, Potretnusantara.co.id – Di tengah derasnya arus percakapan daring tentang politik, gosip selebritas, dan gaya hidup, ada satu topik yang belakangan ini mencuri perhatian publik: kebersihan dan pengelolaan sampah. Dari grup WhatsApp keluarga hingga forum RT, dari unggahan Instagram hingga komentar di Facebook, percakapan soal sampah kini seolah menemukan panggungnya sendiri.

Fenomena ini bukan sekadar tren sesaat. Ia menandai pergeseran pola pikir masyarakat dari yang selama ini menganggap sampah sebagai urusan “tukang angkut”, menjadi urusan bersama yang menyangkut martabat lingkungan dan wajah kota.

Dari Keluhan Jadi Gerakan

Awalnya, percakapan itu banyak diawali dari keluhan sederhana: tumpukan sampah di sudut jalan, bau busuk dari tong sampah yang tak tertutup, atau banjir kecil karena selokan tersumbat plastik. Namun keluhan itu lama-lama berubah menjadi ide, inisiatif, bahkan aksi.

“Dulu orang cuma marah di grup WA karena sampah berserakan. Sekarang mereka kirim foto sebelum dan sesudah kerja bakti,” kata Hamidah Hanafi, salah satu penggiat lingkungan di Kecamatan Manggala Kota Makassar. Ia menyebut bahwa obrolan digital kini sering berujung pada kegiatan nyata: gotong royong, pemilahan sampah rumah tangga, hingga pelatihan ecoenzym dan bank sampah.

Media Sosial Sebagai Tempat Belajar

Di Instagram, akun-akun lokal seperti Zero Waste Indonesia, Makassar Bebas Sampah, hingga Komunitas Manggala Tanpa Sekat semakin ramai diikuti. Mereka tak hanya memamerkan hasil bersih-bersih, tetapi juga membagikan pengetahuan praktis tentang pengelolaan sampah, mulai dari cara membuat kompos, memanfaatkan limbah plastik, sampai edukasi anak-anak tentang 3R (Reduce, Reuse, Recycle).

Di Facebook, warganet lebih banyak berbagi pengalaman personal: ada yang bercerita tentang perubahan perilaku di rumah, ada pula yang menulis panjang lebar soal pentingnya edukasi lingkungan di sekolah. Fenomena ini memperlihatkan bahwa kesadaran ekologis kini tumbuh lewat interaksi sosial digital, bukan lagi hanya lewat kampanye pemerintah.

Warga Jadi “Influencer” Kebersihan

Yang menarik, tidak sedikit tokoh masyarakat, ketua RT, bahkan ibu rumah tangga yang mendadak jadi “influencer kebersihan”. Mereka aktif mengunggah video singkat tentang cara memilah sampah, menulis caption reflektif tentang tanggung jawab terhadap bumi, dan menantang teman-temannya untuk ikut aksi bersih.

Fenomena ini menunjukkan lahirnya gaya baru kepemimpinan sosial bukan dari panggung politik, tetapi dari halaman rumah dan grup WA. “Kita tidak perlu menunggu pejabat bicara. Cukup satu tetangga mulai memilah sampah, maka satu lingkungan bisa ikut berubah,” ujar Nurhayati, pegiat bank sampah di Kecamatan Manggala.

Dari Dunia Maya ke Dunia Nyata

Salah satu dampak positif dari maraknya obrolan ini adalah munculnya kolaborasi lintas komunitas. Kegiatan seperti Aksi 10.000 Liter Ecoenzym, Gerakan Makassar Tanpa Sekat, dan Festival Urban Farming berawal dari diskusi di media sosial, lalu berkembang menjadi gerakan lingkungan nyata.

“Dulu kita pikir sosial media hanya tempat pamer, sekarang justru jadi ruang mobilisasi,” kata Mashud Azikin, pendiri Komunitas Manggala Tanpa Sekat. Ia menilai bahwa diskusi tentang sampah kini menjadi simbol kesadaran kolektif untuk menjaga kota dan bumi.

Ketika Sampah Jadi Cermin

Namun, tren ini juga mengandung ironi. Sebagian orang masih berhenti di tahap berbicara, tanpa perubahan perilaku nyata. “Like dan share tidak akan mengurai plastik,” kata seorang aktivis muda di kolom komentar. Di sinilah tantangan baru muncul: bagaimana mengubah kesadaran digital menjadi kebiasaan ekologis yang berkelanjutan.

Karena pada akhirnya, pembicaraan tentang sampah bukan semata tentang kebersihan fisik, melainkan tentang cara kita memaknai tanggung jawab bersama. Di balik setiap unggahan dan obrolan, tersimpan ajakan moral untuk berhenti menuding dan mulai berbuat.

Menjaga Api yang Menyala

Tren pembicaraan soal kebersihan dan sampah di media sosial mungkin tampak sederhana, tapi dampaknya bisa besar jika terus dijaga. Ini bukan sekadar tren sesaat seperti tantangan viral di TikTok, melainkan tanda bahwa masyarakat mulai sadar akan krisis lingkungan yang mengintai.

Ketika warga mulai bicara tentang kebersihan dengan antusias, ketika anak muda mulai memotret kegiatan memilah sampah, dan ketika grup WA tidak lagi hanya tempat bergosip tapi juga berbagi ajakan bersih-bersih maka sesungguhnya, bangsa ini sedang belajar menjadi lebih dewasa.

Dan mungkin, di titik itulah kita sadar perubahan besar kadang dimulai dari obrolan kecil tentang sampah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *