Opini

Profesionalisme dalam Manajemen Dapur MBG

×

Profesionalisme dalam Manajemen Dapur MBG

Sebarkan artikel ini

Oleh: Herman Kadir
Wakil Ketua Dewan Pendidikan Polewali Mandar

Opini Publik, Potretnusantara.co.id – Kasus keracunan massal yang terjadi akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) sejatinya berakar dari satu masalah mendasar yaitu ketiadaan profesionalisme dalam pengelolaan dapur.

Jika kita bandingkan dengan pengelola warung makan yang telah puluhan tahun bergelut di dunia kuliner, tampak perbedaan yang sangat mencolok. Para pemilik warung memulai usahanya dengan melayani sedikit pelanggan, lalu berkembang seiring waktu hingga mampu melayani banyak orang. Pengalaman panjang ini membentuk manajemen yang alami namun efektif dari cara menyiapkan makanan yang sehat dan layak konsumsi, hingga mengelola stok bahan baku dalam jumlah besar.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sangat jarang kita mendengar kasus keracunan makanan di warung makan. Mengapa demikian? Karena para pemilik warung bekerja dengan penuh tanggung jawab dan profesionalisme. Mereka tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga memperhatikan kualitas dan keamanan makanan yang mereka sajikan setiap hari.

Berbanding terbalik, program MBG justru banyak dikelola oleh pihak-pihak yang tidak memiliki latar belakang dan keahlian di bidang tata boga. Mereka langsung dihadapkan pada tantangan besar, menyiapkan ribuan porsi makanan dalam waktu singkat, tanpa manajemen dapur yang memadai. Akibatnya, makanan yang seharusnya bergizi justru menjadi tidak layak konsumsi, bahkan ada laporan yang menyebutkan adanya makanan berulat.

Situasi ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk segera meninjau ulang kelayakan dan pelaksanaan program MBG. Tanpa sumber daya manusia yang profesional dan sistem manajemen yang ketat, potensi terulangnya kejadian serupa sangat tinggi.

Pengalaman panjang para pemilik warung makan telah membuktikan bahwa pengelolaan dapur bukan hanya soal memasak dalam jumlah besar. Lebih dari itu, dibutuhkan konsistensi dalam menjaga kualitas dan kesehatan makanan. Di sinilah letak perbedaan yang paling mendasar, warung makan mampu bertahan selama puluhan tahun tanpa insiden besar, sementara MBG justru menciptakan risiko baru yang membahayakan kesehatan masyarakat.

Pemerintah pusat harus berani melakukan evaluasi menyeluruh, dan mengedepankan asas manfaat serta keselamatan di atas kepentingan politik atau pencitraan program. Kebijakan yang menyangkut kesehatan anak-anak bangsa tidak boleh dilaksanakan setengah hati, apalagi tanpa fondasi profesionalisme yang kuat. Jangan sampai para pelajar kembali menjadi korban dari kebijakan yang tergesa-gesa dan tidak matang secara teknis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *