Opini

Prospek Ecoenzym dalam Pengembangan Ekonomi Berbasis Ekologi

×

Prospek Ecoenzym dalam Pengembangan Ekonomi Berbasis Ekologi

Sebarkan artikel ini

Mashud Azikin, Pegiat Ecoenzym, Anggota Dewan Lingkungan HidupKota Makassar

Opini Publik, Potretnusantara.co.id – Di tengah kekhawatiran global atas krisis lingkungan, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana pertumbuhan ekonomi dapat terus berjalan tanpa mengorbankan kelestarian bumi? Salah satu jawaban datang dari pendekatan ekonomi berbasis ekologi, sebuah gagasan yang menempatkan lingkungan bukan sebagai korban, melainkan sebagai fondasi pembangunan. Di dalam kerangka itulah ecoenzym mulai menarik perhatian, bukan hanya sebagai produk ramah lingkungan, tetapi sebagai instrumen pembentuk ekonomi baru berbasis sirkular.

Ecoenzym cairan hasil fermentasi sederhana dari limbah organik selama ini dikenal sebagai pembersih alami dan pupuk cair. Namun di balik kesederhanaannya, tersimpan potensi ekonomi yang relevan dengan kebutuhan zaman: murah, mudah dibuat, dan multifungsi. Di kota-kota besar, termasuk Makassar, sejumlah komunitas telah membuktikan bahwa ecoenzym bukan sekadar gerakan lingkungan, melainkan peluang ekonomi mikro yang dapat berkembang menjadi ekosistem bisnis hijau.

Mengubah Sampah Menjadi Nilai

Setiap liter ecoenzym yang diproduksi berbahan dasar sisa buah, sayuran, gula, dan air, dapat dijual dengan harga puluhan ribu rupiah. Jumlahnya tampak kecil jika dilihat per unit, tetapi menjadi signifikan jika dilakukan secara kolektif. Di sejumlah daerah, kelompok ibu rumah tangga, sekolah, bahkan pesantren, menjadikan produksi ecoenzym sebagai kegiatan rutin. Mereka tidak hanya menjual cairan, tetapi juga memperoleh pendapatan dari pelatihan, sertifikasi, dan pendampingan teknis.

Model ini memperlihatkan wajah ekonomi sirkular yang paling sederhana: sampah organik tidak berakhir di tempat pembuangan akhir, melainkan kembali ke masyarakat dalam bentuk produk bernilai. Di sinilah ecoenzym memainkan peran ganda: mengurangi beban lingkungan dan membuka peluang usaha.

Fondasi Ekonomi Hijau Lokal

Jika pendekatan ini diperluas dalam skala kota, potensi ekonominya sangat signifikan. Bayangkan satu kelurahan menghasilkan 1.000 liter ecoenzym setiap bulan. Dengan harga rata-rata Rp20.000 per liter, nilai perputaran ekonominya dapat mencapai Rp240 juta per tahun Pada titik tertentu, ecoenzym bukan lagi sekadar produk rumahan, tetapi bagian dari rantai nilai industri hijau lokal.

Sejumlah daerah mulai memetakan potensi ini. Makassar, melalui gerakan komunitas dan dukungan pemerintah daerah, mengembangkan ecoenzym sebagai bagian dari kampanye pengurangan sampah organik. Jika diformalkan melalui lembaga koperasi, model ini berpeluang membentuk klaster ekonomi baru berbasis lingkungan seperti sebelumnya koperasi susu, atau kelompok tani, tetapi dengan orientasi ekologis.

Industri Turunan dan Wisata Edukasi

Keunggulan ecoenzym tidak berhenti pada produknya. Ia menjadi bahan dasar bagi berbagai sektor lain. Di pertanian, digunakan sebagai pupuk cair dan pestisida organik. Di sektor rumah tangga, dimanfaatkan sebagai cairan pembersih bebas bahan kimia. Bahkan di sektor pariwisata, muncul paket “wisata edukasi ecoenzym” pelatihan pembuatan ecoenzym yang dikemas sebagai atraksi wisata pengalaman.

Dengan demikian, nilai tambah ecoenzym tidak hanya terletak pada cairan fermentasi itu sendiri, tetapi pada ekosistem pengetahuan yang menyertainya.

Tantangan Standar dan Skala

Meski prospeknya menjanjikan, pengembangan ecoenzym sebagai basis ekonomi belum sepenuhnya matang. Dua tantangan utama adalah standardisasi dan keberlanjutan produksi. Kualitas ecoenzym yang berbeda-beda membuat produk ini belum sepenuhnya bisa diperdagangkan di pasar formal. Legalitas produk pun belum merata, karena banyak produsen belum mengikuti prosedur izin edar.

Skalabilitas juga menjadi tantangan. Selama masih berjalan berbasis relawan dan komunitas kecil, ecoenzym berisiko berhenti sebagai gerakan sosial, bukan model ekonomi jangka panjang. Keterlibatan pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan lembaga keuangan mikro menjadi penting agar produksi dan distribusi dapat tumbuh terstruktur.

Jalan Baru Ekonomi Berkah

Ecoenzym memberi pelajaran penting: bahwa pembangunan ekonomi tidak harus berlawanan dengan pemulihan lingkungan. Sebaliknya, keduanya dapat berjalan beriringan bila ada perubahan paradigma. Indonesia, dengan budaya gotong royong dan melimpahnya sumber daya organik, berpotensi menjadi laboratorium terbesar ekonomi hijau berbasis masyarakat.

Jika gerakan ecoenzym berhasil dibangun dengan sistem yang rapi berbasis koperasi, memiliki standar mutu, dan diintegrasikan dengan kebijakan daerah maka ia dapat menjadi model baru pembangunan ekonomi kerakyatan yang selaras dengan bumi.

Pada akhirnya, ecoenzym adalah metafora tentang masa depan. Ia menunjukkan bahwa sampah dapat menjadi berkah, dan ekonomi dapat tumbuh tidak hanya untuk manusia hari ini, tetapi juga bagi generasi yang akan datang. Sebuah ekonomi yang bukan hanya mencari untung, tetapi juga memulihkan sebuah jalan tengah antara kesejahteraan dan keberlanjutan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *