Opini

Urban Farming Terpadu: Wajah Baru Makassar yang Hijau dan Mandiri

×

Urban Farming Terpadu: Wajah Baru Makassar yang Hijau dan Mandiri

Sebarkan artikel ini

Oleh: Mashud Azikin

Opini Publik, Potretnusantara.co.id – Makassar kian berbenah. Di tengah hiruk pikuk kota yang terus tumbuh, sebuah program baru menghadirkan napas segar bagi warganya: urban farming yang terintegrasi dengan pengolahan sampah organik. Program ini resmi diluncurkan oleh Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, dan langsung mendapat apresiasi luas dari berbagai kalangan mulai dari komunitas lingkungan, akademisi, hingga warga biasa yang kini mulai menanam sayur di halaman rumah.

Program ini bukan sekadar tren menanam di kota, melainkan gerakan bersama untuk menata masa depan Makassar yang lebih hijau, sehat, dan berdaya.

Dari Sampah Jadi Pangan

Kunci dari program ini terletak pada satu ide sederhana: tidak ada yang benar-benar terbuang. Sampah organik rumah tangga seperti sisa sayur, buah dan daun kering dikumpulkan, diolah menjadi kompos atau eco enzyme, lalu dimanfaatkan kembali untuk menyuburkan tanaman di kebun-kebun kota.

Di tingkat kelurahan, warga diajak memilah sampah dari rumah. Setiap sampah organik yang dikumpulkan akan diolah di Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) atau Bank Sampah setempat. Dari sana, hasil olahan berupa pupuk cair dan kompos kembali ke masyarakat sebagai dukungan untuk pertanian kota.

“Dulu sampah cuma dianggap masalah. Sekarang justru jadi sumber berkat,” ujar seorang warga Kelurahan Biring Romang Kecamatan Manggala yang kini aktif menanam cabai dan tomat di pekarangan rumahnya.

Menanam Kemandirian di Tengah Kota

Makassar adalah kota pesisir yang padat. Namun, ruang terbatas tidak menjadi alasan untuk berhenti menanam. Melalui program ini, pemerintah kota memperkenalkan berbagai model pertanian perkotaan mulai dari vertical garden, hydroponic box, hingga kebun bersama di lahan tidur milik pemerintah.

Dengan dukungan pelatihan dan pendampingan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Pertanian dan Perikanan (DP2) melalui Gerakan “Tanami Tanata’ ” serta komunitas lokal seperti Manggala Tanpa Sekat, warga diajarkan teknik dasar menanam, membuat pupuk organik cair, hingga mengatur sistem irigasi hemat air.

Selain meningkatkan ketahanan pangan keluarga, gerakan ini juga menumbuhkan rasa gotong royong antarwarga. Lahan sempit di gang-gang kini berubah menjadi taman hijau yang produktif. Anak-anak belajar mengenal tanaman, sementara ibu rumah tangga mulai berjualan hasil panen sayur segar.

Aspek Lingkungan: Mengubah Kota Menjadi Ekosistem Hidup

Dampak lingkungan dari program ini mulai terasa nyata. Volume sampah organik yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menurun signifikan di beberapa kelurahan percontohan. Udara di lingkungan permukiman menjadi lebih bersih, dan suhu di kawasan padat penduduk berangsur sejuk berkat vegetasi baru yang tumbuh.

Lebih jauh, urban farming ini berfungsi sebagai mini green lung atau paru-paru kecil kota menyerap karbon, menahan debu, dan memperindah tata ruang Makassar. Setiap kebun kecil menjadi bagian dari sistem ekologis yang menyehatkan, tidak hanya bagi manusia, tetapi juga bagi burung, lebah, dan serangga penyerbuk yang mulai kembali hidup di tengah kota.

Aspek Sirkular Ekonomi: Dari Limbah ke Nilai Tambah

Program ini juga membuka peluang ekonomi baru bagi warga. Dengan sistem ekonomi sirkular, limbah organik yang dulu dianggap tidak bernilai kini menjadi komoditas produktif.

Warga dapat menjual pupuk cair, kompos, hingga hasil panen sayur ke pasar lokal atau melalui platform daring. Beberapa komunitas bahkan sudah mengembangkan merek pupuk organik sendiri dan menjalin kemitraan dengan kafe serta restoran yang mengusung konsep eco-friendly.

“Yang menarik dari konsep ini adalah siklusnya tidak terputus,” kata Andi Fadli Arifuddin (Fadli Padi) inisiator Gerakan Tanami Tanata’ dan juga sebagai Anggota Dewan Lingkungan Hidup Kota Makassar, dalam salah satu kunjungan lapangan. “Sampah menjadi pupuk, pupuk menjadi pangan, dan pangan kembali memperkuat ekonomi warga. Semua saling terhubung dalam satu ekosistem kota yang berkelanjutan.”

Makassar Menuju Kota Hijau Dunia

Melalui langkah-langkah nyata ini, Makassar menempatkan diri di jalur kota hijau dunia kota yang tidak hanya membangun gedung dan jalan, tetapi juga menanam kehidupan. Visi ini sejalan dengan upaya menjadikan Makassar sebagai Kota Lumbung Organik Dunia, di mana setiap rumah berperan sebagai produsen kecil dalam menjaga keseimbangan bumi.

Ke depan, pemerintah kota berencana memperluas model ini ke seluruh kecamatan, memperkuat kemitraan dengan perguruan tinggi, dan mengintegrasikan data pertanian kota ke dalam sistem digital Makassar Smart City.

Dari Rumah, untuk Bumi

Program urban farming terpadu ini membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari hal kecil dari rumah, dari dapur, dari sisa sayur yang tidak dibuang begitu saja.

Makassar menunjukkan bahwa kota bukan musuh lingkungan, tetapi ruang yang bisa beradaptasi, berinovasi dan tumbuh bersama alam. Di setiap pot sayur yang menghijau di sudut halaman, tersimpan harapan bahwa masa depan hijau bukan sekadar impian, melainkan gerakan nyata yang dimulai dari kita semua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *