Opini

Supremasi Sipil di Kampus, Benteng Terakhir Demokrasi Kita

×

Supremasi Sipil di Kampus, Benteng Terakhir Demokrasi Kita

Sebarkan artikel ini

Oleh: Aksan Iskandar, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Alauddin Makassar

Opini Publik, Potretnusantara.co.id – Ketika aparat berseragam mulai menapakkan kaki di ruang-ruang akademik, kita patut bertanya dengan lantang, di mana sebenarnya posisi supremasi sipil di republik ini? Apakah kampus, yang selama ini menjadi ruang aman untuk berpikir bebas dan mengasah nalar kritis, kini sedang mengalami degradasi menjadi ruang yang tunduk pada tekanan kekuasaan? Fenomena masuknya aparat ke kampus bukan sekadar insiden teknis, melainkan sinyal bahaya yang mengancam sendi-sendi demokrasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah.

Kampus bukan barak militer. Ia adalah rumah gagasan, medan dialektika dan tempat di mana pemikiran-pemikiran yang membebaskan dilahirkan. Di sinilah tempatnya keberanian intelektual dirawat dan suara-suara alternatif diberi ruang untuk tumbuh. Ketika ruang ini diinjak oleh kekuatan bersenjata, ketika forum-forum diskusi mulai diawasi dan mahasiswa diintimidasi hanya karena berbeda pendapat, maka yang hancur bukan hanya kebebasan akademik melainkan juga masa depan demokrasi itu sendiri.

Intervensi Aparat, Gejala Otoritarianisme Baru

Beberapa waktu terakhir, publik dikejutkan dengan serangkaian kasus intervensi aparat di berbagai kampus di Jawa Tengah. Tindakan ini bukan hanya menciderai kedaulatan akademik, tetapi juga memperlihatkan adanya upaya sistematis untuk membungkam daya kritis generasi muda. Ditambah lagi dengan disahkannya revisi Undang-Undang TNI pada 20 Maret lalu, yang secara eksplisit membuka ruang lebih luas bagi keterlibatan militer dalam urusan sipil. Sebuah preseden yang berbahaya, yang membawa kita pada bayang-bayang masa lalu yang gelap, masa ketika suara kritis dianggap ancaman dan kebebasan intelektual dikebiri.

Terbaru di Universitas Negeri Makassar (UNM) sekitar bulan februari 2025, aparat masuk ke dalam kampus setelah mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa menolak program makan bergizi gratis dan efisiensi anggaran oleh rezim Prabowo-Gibran.

Dan lebih lanjut pada 1 Mei 2024 aparat kepolisian juga masuk kedalam kampus, setelah menembakkan gas air mata ke arah kampus kemudian melakukan penyerbuan dan penyisiran dengan memaksa masuk ke ruangan-ruangan sekretariat lembaga kemahasiswaan Universitas Negeri Makassar. Sejumlah mahasiswa dilaporkan dipukul, termasuk Rafli, Muk’min dan iqbal, mereka dipukul tanpa alasan yang jelas. Sebanyak 43 mahasiswa dari BEM FIS-H dan Fakultas Ekonomi dikumpulkan didepan parkiran FIS-H, kemudian dipaksa membuka baju dan difoto secara paksa kemudian dibawa ke Polrestabes Makassar untuk diinterogasi.

Perlu kita sadari bersama bahwa supremasi sipil bukanlah jargon kosong. Ia adalah fondasi utama dari negara demokratis yang sehat. Supremasi sipil berarti bahwa institusi-institusi sipil, termasuk kampus harus berdiri di atas dan mengontrol kekuatan keamanan negara. Jika prinsip ini diabaikan, maka pelan tapi pasti, ruang publik akan disesaki oleh ketakutan, bukan dialog; oleh dogma, bukan debat.

Peran Kampus dan Tanggung Jawab Moral Pimpinan Akademik

Sebagai bagian dari civitas akademika, saya menyerukan kepada seluruh pimpinan universitas, rektor, dekan, hingga kepala program studi untuk tidak tinggal diam. Kampus tidak boleh menjadi arena kompromi kekuasaan. Pimpinan akademik memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk menjaga kemandirian kampus, melindungi mahasiswa dari segala bentuk tekanan, dan memastikan bahwa kebebasan berpendapat tetap menjadi nilai utama dalam proses pendidikan tinggi.

Kita tidak boleh membiarkan kampus-kampus kita berubah menjadi ruang senyap yang steril dari kritik. Kebisuan bukanlah kedamaian, dan ketundukan bukanlah ketertiban. Justru di tengah ketegangan dan perbedaan pendapatlah intelektualitas tumbuh. Maka, tugas kita semua adalah menjaga agar kampus tetap menjadi benteng yang kokoh bagi nalar dan nurani.

Harapan dari Timur

Dari Makassar, suara ini saya kirimkan dengan penuh harapan, biarkan kampus tetap menjadi ruang aman untuk berpikir, bukan tempat untuk ditakuti. Saya, dan kami di UIN Alauddin Makassar, berdiri bersama kampus-kampus di seluruh Sulawesi Selatan untuk menegaskan bahwa intervensi militer dan kekuasaan yang membungkam tidak memiliki tempat di lingkungan akademik.

Hari ini, mungkin hanya beberapa kampus yang terdampak. Tapi jika kita diam, maka esok lusa, seluruh ruang akademik di negeri ini bisa menjadi ladang sunyi tanpa gagasan, tanpa kritik, tanpa demokrasi. Mari kita jaga kampus sebagai benteng terakhir dari logika, kebebasan, dan masa depan demokrasi Indonesia.

Makassar, Senin 19 Mei 2025

Editor: Muh. Rizal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *