Makassar – Potretnusantara.co.id – Dengan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) 2024 yang semakin dekat, kecemasan masyarakat terhadap proses politik yang sedang berlangsung semakin meningkat. Pahmuddin Colik, mantan Ketua Umum BEM UIN 2011-2012 dan Ketua PB HMI 2018-2020, menegaskan bahwa niat baik saja tidak cukup untuk menyelamatkan demokrasi di Sulsel. Dalam sebuah tulisan yang viral, Pahmuddin mengungkapkan kekecewaannya terhadap proses politik yang tidak sehat, di mana banyak calon pemimpin terhambat oleh apa yang ia sebut sebagai “kekuatan raksasa” yang telah membajak demokrasi.
Pahmuddin menyebutkan bahwa sejak awal 2024, sejumlah tokoh politik Sulsel berusaha mendapatkan dukungan masyarakat dan partai politik agar bisa maju dalam Pilgub dan Pilwagub Sulsel. Namun, banyak dari mereka yang gagal karena pengaruh besar dari pihak-pihak tertentu, terutama keluarga dan kroni pejabat menteri, yang diduga kuat menggunakan segala cara untuk memastikan calon yang mereka dukung melenggang tanpa pesaing berarti.
“Rekomendasi partai yang seharusnya terbuka, justru terkunci rapat oleh kekuatan besar yang saya sebut sebagai pembajak demokrasi, yaitu keluarga dan kroni pejabat menteri yang diduga keras menghalalkan segala cara untuk memastikan tidak ada lawan bagi calon mereka,” kata Pahmuddin, Selasa (12/11/2024).
Pahmuddin juga mengingatkan bahwa ketidakadilan dalam proses politik ini bisa merusak sistem demokrasi yang seharusnya memberi peluang bagi pemimpin-pemimpin baru yang berkualitas dan berniat baik memajukan daerah. Menurutnya, kekuatan politik yang bekerja di balik layar menjadikan proses seleksi calon pemimpin tidak transparan dan lebih mengutamakan kepentingan kelompok tertentu daripada aspirasi masyarakat.
Masyarakat Sulsel Diminta Hindari Politik Uang Selain itu, Pahmuddin mengimbau agar masyarakat Sulsel tidak terjerat dalam praktik politik uang yang semakin marak menjelang Pemilu 2024. Ia menilai politik uang dapat merusak prinsip demokrasi dan menjauhkan pemilihan dari tujuan utamanya, yaitu memilih pemimpin berdasarkan kualitas dan kemampuan, bukan berdasarkan uang atau suap.
“Jangan sampai kita ikut merusak demokrasi dengan memilih berdasarkan politik uang. Mari bersama-sama melawan tekanan politik uang ini,” tegasnya.
Pahmuddin juga menekankan pentingnya pengawasan ketat dari lembaga negara, terutama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta aparat penegak hukum. Ia menilai lembaga-lembaga ini harus lebih tegas dalam memantau pergerakan tim sukses yang diduga melakukan kecurangan, seperti pembelian suara atau manipulasi hasil pemilu.
“Bawaslu, KPU, dan aparat penegak hukum harus bertindak lebih cermat dan tegas dalam mengawasi tim sukses yang terlibat dalam praktik kotor ini. Kami tidak ingin demokrasi di Sulsel hancur hanya karena segelintir orang yang berusaha mempertahankan kekuasaannya dengan cara tidak sah,” ujarnya.
Pentingnya Integritas Pemilu Pahmuddin juga mengingatkan agar semua pihak yang terlibat dalam politik Sulsel menjaga integritas dan kejujuran selama pemilihan. Ia berharap masyarakat Sulsel dapat memilih pemimpin yang benar-benar memiliki kapasitas untuk memajukan daerah, bukan hanya karena politik dinasti atau tekanan uang.
“Pemilihan ini harus menjadi kesempatan untuk memilih pemimpin yang berintegritas dan berkomitmen untuk memajukan Sulsel. Jangan biarkan politik uang dan kekuatan keluarga mendominasi, karena kita berhak memilih pemimpin yang peduli pada rakyat, bukan hanya untuk kepentingan kelompok tertentu,” katanya.
Pahmuddin mengajak semua lapisan masyarakat Sulsel untuk aktif menjaga kualitas demokrasi. Ia menegaskan bahwa masa depan Sulsel sangat bergantung pada pilihan masyarakat dalam memilih pemimpin yang tepat dan bertanggung jawab.
“Pilihlah pemimpin yang berani dan tegas, yang tidak hanya mengandalkan politik uang atau kekuatan keluarga. Saatnya kita bersama-sama menyelamatkan Sulsel dari cengkeraman dinasti politik dan manipulasi kekuasaan,” tutup Pahmuddin.