Bulukumba – Potretnusantara.co.id – Sumpah Pemuda menggelegar dari halaman JADIMI, posko yang menjadi pusat perdebatan pemikiran kaum muda Bulukumba. Suara teriakan semangat terus bersahutan, bukan letupan petasan yang menembak langit Bumi Panrita.
Anak muda terus terjaga, menyaksikan orasi dari Jamaluddin M Syamsir, Arum Spink, hingga puisi monolog Pakanre Batarayya. Acara dimulai dengan Ikrar Sumpah Pemuda, di mana cahaya lampu kilat telepon genggam menjadi penerang utama. Khidmat dan menggema, mengalahkan letupan petasan yang menghujam kota Bulukumba malam itu.
Jalan Gajah Mada dipenuhi milenial, kaum yang bukan hanya rebahan, tetapi juga menggulirkan perubahan. Semua seirama, 1 untuk semua. Komika milenial malam itu mengocok perut dengan tawa terbahak, bukan menyusun kepentingan sesaat bagi mereka yang serakah.
Sumpah Milenialisme dan diskursus kepemudaan tersaji hingga larut, membedah program dengan tajuk SPILL JADIMI. “Ini adalah ide perubahan. Milenial harus membongkar isi kepala para calon kepala daerah. Apa ide dan gagasannya. Bukan seberapa banyak uangnya,” pinta Ipung, penggagas Spill JADIMI.
“Jika pemuda Bulukumba juga telah dicuci otaknya dengan money politik, untuk apa Sumpah Pemuda itu kita suarakan? Bukankah negara ini hadir dari sebuah gerakan diskursus yang alot? Pertengkaran pikiran para pemuda dan pejuang? Lalu mengapa kita tidak melakukannya? Membedahnya,” ungkapnya.
Spill JADIMI, kata Ipung, bukan sekadar diskursus semata, tetapi menakar isi otak, ide, dan gagasan calon penguasa. Kaka Jamal dan Kaka Tomy bukan hanya perwakilan anak muda dan milenial, tetapi juga mewakili keresahan yang semena-mena.***