Hukum

Oli Palsu di Polman, Butuh Perhatian Serius dari Aparat Penegak Hukum

×

Oli Palsu di Polman, Butuh Perhatian Serius dari Aparat Penegak Hukum

Sebarkan artikel ini

Polewali Mandar, Potretnusantara.co.id – Kasus peredaran oli palsu diduga melibatkan seorang pengusaha kaya di Polewali Mandar (Polman) telah mencuat dan menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat. Oli yang seharusnya berfungsi untuk melindungi dan merawat mesin kendaraan justru kini menjadi sumber kerusakan yang mengancam keselamatan kendaraan dan merugikan ekonomi masyarakat, terutama yang berstatus ekonomi rendah.

Aco Agus Salim, seorang aktivis yang peduli terhadap masalah ini, mengungkapkan bahwa dampak dari peredaran oli palsu sangat dirasakan oleh pengendara, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah. Biaya perbaikan kendaraan yang rusak akibat oli palsu bisa mencapai antara Rp500 ribu hingga Rp1,5 juta. Angka ini menjadi beban berat, mengingat situasi ekonomi yang semakin sulit.

“Di saat kondisi ekonomi sedang sulit, biaya tak terduga seperti ini sangat memberatkan. Uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan dasar keluarga malah terpaksa digunakan untuk memperbaiki kendaraan, yang menjadi satu-satunya sumber nafkah. Ini sangat memberatkan masyarakat,” ungkap Aco Agus Salim, Rabu (28/5/2025).

Lebih lanjut, Aco menegaskan bahwa peredaran oli palsu ini tidak hanya merugikan secara materiil, tetapi juga mencederai prinsip kemanusiaan. Menurutnya, para pelaku yang mengedarkan oli palsu telah merugikan banyak orang demi keuntungan pribadi. Aco pun menyoroti bahwa perbuatan ini dapat dikenakan pasal pidana penipuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur pidana penjara hingga empat tahun bagi mereka yang sengaja menipu untuk meraup keuntungan dengan cara melawan hukum.

Aco juga mengingatkan bahwa peredaran oli palsu ini merupakan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen yang dijamin oleh negara. Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan tegas melarang pelaku usaha untuk memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan. Jika terbukti melanggar, sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku adalah pidana penjara hingga lima tahun atau denda maksimal Rp2 miliar.

“Kasus ini harus mendapat perhatian serius dari aparat penegak hukum. Kita tidak bisa mentolerir kejahatan yang hanya menguntungkan segelintir orang dan merugikan masyarakat banyak. Negara harus hadir, hukum harus ditegakkan, dan perlindungan nyata harus diberikan kepada masyarakat yang menjadi korban praktik bisnis curang ini,” tegas Aco.

Aco juga menambahkan bahwa ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersuara dan bergerak agar keadilan dapat ditegakkan dan masyarakat, khususnya kalangan ekonomi lemah, dapat terlindungi dari praktik bisnis yang merugikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *