OpiniPendidikan

Menjaga Kejujuran di Jalan yang Tidak RamaiKisah Inspiratif Dr. Herman, S.H., M.H.

×

Menjaga Kejujuran di Jalan yang Tidak RamaiKisah Inspiratif Dr. Herman, S.H., M.H.

Sebarkan artikel ini

Penulis: Wahdaniyah (50700123098)
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Kelas 5 IKOM C
UIN Alauddin Makassar

Opini Publik, Potretnusantara.co.id – Tidak semua perjalanan hidup dimulai dari rencana besar. Sebagian justru tumbuh dari kegelisahan kecil yang terus dipelihara. Bagi Dr. Herman, S.H., M.H., kegelisahan itu muncul sejak ia menyaksikan ketidakadilan sosial di lingkungan tempat ia tumbuh. Persoalan sengketa tanah, keterbatasan akses hukum, serta minimnya pendampingan bagi masyarakat kecil menjadi realitas yang membekas dan perlahan membentuk arah hidupnya.

Sejak muda, Dr. Herman melihat bahwa hukum tidak selalu hadir sebagai pelindung bagi semua orang. Banyak masyarakat yang berhadapan dengan persoalan hukum tanpa pemahaman memadai tentang hak-hak mereka. Pengalaman tersebut mendorongnya menekuni dunia hukum, bukan sekadar sebagai profesi, tetapi sebagai sarana pengabdian. Pendidikan kemudian ia pilih sebagai jalur yang diyakini mampu menghadirkan perubahan jangka panjang melalui pembentukan kesadaran hukum sejak dini.

Nilai-nilai hidup Dr. Herman terbentuk kuat dari lingkungan adat Kajang, tempat ia dibesarkan. Prinsip kamase-mase (kesederhanaan) dan lambusu (kejujuran) bukan hanya diajarkan, tetapi dijalani dalam kehidupan sehari-hari. Hidup sederhana mengajarkannya untuk tidak berlebihan dan bertanggung jawab, sementara kejujuran membentuk keberanian untuk berkata dan bertindak lurus, bahkan dalam situasi yang tidak menguntungkan. Nilai inilah yang kemudian menjadi kompas moral dalam setiap langkah hidupnya.

Namun, perjalanan tersebut tidak selalu berjalan mudah. Salah satu tantangan terberat yang ia hadapi adalah ketika harus memperjuangkan kebenaran melalui jalur hukum baik hukum adat maupun hukum negara dengan konsekuensi berhadapan dengan orang-orang terdekat. Dalam budaya yang menjunjung tinggi harmoni sosial, pilihan ini menjadi ujian berat secara emosional dan batin. Dr. Herman berada pada posisi sulit antara menjaga relasi personal atau tetap berpihak pada kebenaran yang ia yakini.

Fase tersebut menjadi masa yang hampir membuatnya goyah. Tekanan datang dari berbagai arah, sementara dukungan tidak selalu hadir. Jalan yang ia tempuh terasa sunyi. Namun, menyerah bukanlah pilihan. Nilai lambusu mengajarkannya bahwa kebenaran tidak boleh dikompromikan demi kenyamanan, sedangkan kamase-mase membantunya tetap rendah hati dan tidak larut dalam konflik. Ia memilih bertahan, menjadikan kesulitan sebagai bagian dari proses, bukan alasan untuk berhenti.

Ujian paling menentukan datang pada tahun 2019. Saat itu, Dr. Herman dinyatakan lulus sebagai dosen PNS di salah satu perguruan tinggi di Sulawesi Barat. Kesempatan ini secara umum dipandang sebagai pencapaian besar karier yang mapan dan aman. Namun, pada waktu yang sama, ia tengah terlibat aktif dalam upaya pengembangan institusi tempatnya mengabdi, yang saat itu masih berstatus sekolah tinggi dan belum memiliki Program Studi Hukum.

Ia dihadapkan pada pilihan sulit: mengambil jalur aman atau tetap bertahan membangun institusi yang masih berproses dan penuh ketidakpastian. Keputusan yang diambilnya menjadi titik terendah sekaligus titik balik dalam hidup. Dr. Herman memilih untuk tidak mengambil kesempatan sebagai dosen PNS dan tetap berkomitmen membangun kampus tempat ia mengabdi. Pilihan ini berarti melepaskan kepastian karier dan menghadapi risiko yang tidak kecil.

Pada fase ini, ia berada dalam kondisi “jatuh” secara personal dipenuhi keraguan dan tekanan. Namun, kesetiaan pada komitmen dan nilai hidup yang ia pegang membuatnya bertahan. Bersama tim, ia terlibat aktif dalam proses perubahan status kelembagaan, pemenuhan persyaratan akademik, serta pendirian Program Studi Hukum. Proses ini panjang, melelahkan, dan menuntut kerja kolektif yang konsisten.

Usaha tersebut akhirnya membuahkan hasil. Pada tahun 2022, terbit Surat Keputusan perubahan status kampus menjadi universitas, sekaligus berdirinya Program Studi Hukum. Kepercayaan yang kemudian diberikan kepadanya untuk mengemban amanah sebagai Dekan Fakultas Hukum bukanlah hasil instan, melainkan akumulasi dari proses, pengorbanan, dan konsistensi dalam pilihan yang pernah diambil di masa sulit.

Bagi Dr. Herman, keberhasilan tidak diukur dari jabatan semata. Keberhasilan adalah kemampuan untuk tetap setia pada nilai dan komitmen, meskipun jalan yang ditempuh tidak ramai dan penuh tantangan. Mengabdi di dunia pendidikan hukum ia maknai sebagai panggilan moral untuk membentuk generasi yang tidak hanya paham hukum, tetapi juga berintegritas.

Kisah Dr. Herman menunjukkan bahwa perjuangan sejati sering kali berlangsung dalam diam. Dengan kejujuran, kesederhanaan, dan kesetiaan pada proses, ia membuktikan bahwa jalan yang lurus meski sunyi tetap mampu membawa makna dan manfaat bagi banyak orang.

Bagi saya sebagai generasi muda, perjalanan hidup Dr. Herman memberi pelajaran bahwa integritas sering kali diuji justru ketika pilihan mudah terbuka lebar. Kesetiaan pada nilai dan keberanian menanggung risiko adalah bagian penting dari proses menjadi pribadi yang utuh, bertanggung jawab, dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *