Budaya

Ritual Massossor Manurung, Tradisi Pembersihan Pusaka Sakral Penjaga Marwah Mamuju

×

Ritual Massossor Manurung, Tradisi Pembersihan Pusaka Sakral Penjaga Marwah Mamuju

Sebarkan artikel ini
Foto/Istimewa, Gubernus Sulawesi Barat, Suhardi Duka, (SDK), Menghadiri acara Massossor Manurung, di Rumah Adat Mamuju.

MAMUJU, POTRETNUSANTARA.co.id – Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) Suhardi Duka (SDK) menghadiri ritual sakral Massossor Manurung, tradisi pembersihan keris pusaka peninggalan Kerajaan Mamuju, yang digelar di pelataran Rumah Adat Mamuju, Sabtu (25/10/2025).

Upacara adat ini menjadi momentum penting dalam merawat nilai budaya, spiritualitas, dan persatuan masyarakat Mamuju di tengah derasnya arus modernisasi.

Ritual Massossor Manurung secara harfiah berarti “pembersihan Manurung”, yakni prosesi pembersihan pusaka sakral yang diyakini memiliki kekuatan dan nilai historis tinggi. Namun di balik makna fisiknya, tradisi ini juga menjadi simbol pembersihan diri, refleksi spiritual, serta evaluasi terhadap perjalanan kehidupan sosial dan pemerintahan.

Dalam sambutannya, Gubernur Suhardi Duka menegaskan bahwa Massossor Manurung tidak sekadar pelestarian benda pusaka, melainkan juga bentuk introspeksi moral bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

“Massossor Manurung bukan hanya tentang pembersihan benda pusaka, tetapi juga pembersihan diri dan evaluasi atas pelaksanaan pembangunan serta kehidupan sosial. Kegiatan seperti ini penting untuk kita laksanakan secara berkelanjutan,” ujar Gubernur Suhardi Duka.

Foto/Istimewa, Pengantaran keris pusaka peninggalan Kerajaan Mamuju oleh Raja Mamuju, YM. Bau Akram Dai.

Gubernur yang akrab disapa SDK itu menambahkan, budaya memiliki peran penting dalam membentuk jati diri dan karakter masyarakat.

“Budaya adalah penuntun jati diri dan kepribadian kita. Termasuk bahasa Mamuju yang menjadi bagian dari identitas. Jika orang Mamuju tidak tahu bahasa Mamuju, berarti ia telah tercabut dari akar budayanya. Karena itu, mari kita jaga dan pelajari bahasa daerah kita,” tegasnya.

Lebih lanjut, SDK menilai bahwa pelestarian budaya tidak hanya bersifat sakral, tetapi juga dapat dikembangkan menjadi potensi ekonomi daerah melalui pariwisata budaya. Ia mencontohkan Bali yang mampu memadukan nilai spiritual dan ekonomi dalam kegiatan kebudayaannya.

“Budaya di era modern tidak hanya disakralkan, tetapi juga bisa menjadi daya tarik wisata. Contohnya Bali, orang datang bukan hanya karena alamnya, tapi karena budayanya. Massossor Manurung bisa kita kembangkan sebagai atraksi wisata budaya yang bernilai dan menarik perhatian dunia,” papar Suhardi Duka.

Persiapan, Massossor Manurung, atau pembersihan Keris Pusaka.

Menurutnya, keunikan tradisi Mamuju yang mempercayai bahwa pusaka Manurung “dilahirkan”, memiliki nilai simbolik dan mistik yang kuat sehingga berpotensi menjadi daya tarik budaya global.

“Kalau orang asing mendengar bahwa keris ini dilahirkan, tentu mereka akan penasaran. Ini nilai budaya yang luar biasa jika dikemas dengan baik,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Gubernur juga menyampaikan apresiasi kepada Yang Mulia Raja Mamuju dan Lembaga Adat Kerajaan Mamuju atas peran aktif mereka dalam menjaga nilai-nilai budaya dan harmoni sosial.

“Saya percaya, tidak ada pemimpin yang bisa sukses sendiri. Semua butuh kolaborasi dan semangat bersama untuk membangun kesejahteraan rakyat. Visi kita jelas, Sulbar maju dan rakyatnya sejahtera, hanya bisa tercapai jika kita berjalan beriringan,” ungkapnya.

Sementara itu, Maradika Mamuju Bau Akram Dai menjelaskan bahwa ritual Sossor Manurung telah dilaksanakan secara turun-temurun sejak tahun 1500 Masehi, dimulai pada masa pemerintahan Raja Lasalaga.

“Pusaka Manurung telah menjadi simbol kekuatan, kepemimpinan, dan keadilan di Tanah Mamuju sejak masa Raja Lasalaga. Karena itu, tradisi sossor manurung terus dijaga dan dilaksanakan satu kali dalam dua tahun, khusus pada tahun ganjil,” tutur Bau Akram Dai.

Ia juga mengungkapkan filosofi lokal yang menjadi dasar kehidupan masyarakat Mamuju hingga kini, yaitu Sema manginung uai randanna to Mamuju, maka ia to Mamuju — yang berarti siapa pun yang telah meminum air di Tanah Mamuju adalah bagian dari Mamuju dan memiliki tanggung jawab menjaga kedamaian serta membangun daerah ini.

“Kami dari Lembaga Adat Kerajaan Mamuju siap bergandengan tangan dengan pemerintah provinsi dan kabupaten untuk menjaga nilai budaya serta kearifan lokal. Di bawah kepemimpinan Bapak Gubernur, kami akan terus mendukung pembangunan Sulbar yang maju dan sejahtera,” tandasnya.

Senada dengan itu, Bupati Mamuju Sutinah Suhardi turut menyampaikan apresiasi atas perhatian Gubernur terhadap pelestarian budaya dan tradisi lokal.

Prosesi Pembersihan atau (Massossor manurung )Keris Pusaka Peninggalan Kerajaan Mamuju.

“Saya menyampaikan terima kasih kepada Bapak Gubernur atas dukungan dan perhatiannya terhadap upaya pelestarian budaya Kerajaan Mamuju yang menjadi identitas daerah kita,” ujar Sutinah.

Ia berharap momentum Massossor Manurung dapat memperkuat solidaritas sosial dan menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya daerah.

“Melalui momentum ini, mari jadikan tradisi adat sebagai perekat sosial, penguat identitas, dan landasan moral dalam membangun Mamuju yang lebih keren, maju, dan berkarakter,” ujarnya.

Bupati Sutinah menegaskan komitmen Pemerintah Kabupaten Mamuju untuk terus bersinergi dengan lembaga adat dan masyarakat dalam menjaga warisan leluhur.

“Kemajuan daerah tidak hanya diukur dari pembangunan fisik, tetapi juga dari sejauh mana kita mampu mempertahankan nilai luhur budaya dan kearifan lokal. Itulah warisan yang tak ternilai harganya,” pungkasnya.

(Redaksi/Dn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *