PemerintahanPeristiwaSulSel

Makassar Dorong Urban Farming Jadi Gerakan Massal, 458 Kelompok Tani Sudah Aktif

×

Makassar Dorong Urban Farming Jadi Gerakan Massal, 458 Kelompok Tani Sudah Aktif

Sebarkan artikel ini

Makassar, Potretnusantara.co.id – Pemerintah Kota Makassar meluncurkan program Urban Farming sebagai solusi strategis menghadapi keterbatasan lahan dan meningkatkan kemandirian pangan di wilayah perkotaan. Program ini menggerakkan partisipasi masyarakat dari tingkat Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) secara masif, serta mengintegrasikan pertanian rumah tangga dengan pengelolaan sampah organik.

Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menegaskan bahwa lebih dari 6.000 ketua RT akan menjadi ujung tombak pelaksanaan urban farming yang menyasar ketahanan pangan, estetika lingkungan, hingga penguatan ekonomi warga.

“Kota Makassar adalah kota dengan lahan pertanian yang sangat terbatas. Maka hadirnya program Urban Farming, diintegrasikan dengan sistem pengelolaan sampah berbasis rumah tangga, menjadikannya salah satu inovasi perkotaan,” ujar Munafri.

Peluncuran program dilakukan pada Minggu pagi (3/8/2025) di Kelompok Wanita Tani (KWT) Talas, Jalan Sunu, Kompleks Unhas, dan dihadiri Wakil Wali Kota Aliyah Mustika Ilham, Ketua TP PKK Makassar Melinda Aksa Mahmud, Sekda Andi Zulkifly Nanda, sejumlah akademisi Universitas Hasanuddin, serta para tim ahli Pemkot.

Munafri menjelaskan bahwa urban farming akan dijadikan bagian dari kewajiban struktural di tingkat RT yang terintegrasi dengan pengelolaan sampah domestik. Ia menyebutkan berbagai praktik yang didorong dalam program ini, seperti biopori, komposter, eco-enzyme, budidaya maggot, hingga pemanfaatan limbah menjadi produk bernilai.

“Urban farming ini tidak lagi sekadar program dinas. Ini akan menjadi kewajiban struktural di tingkat RT… semuanya saling terhubung,” tegasnya.

Tak hanya soal pangan, program ini juga membuka peluang ekonomi keluarga. Warga didorong menanam tanaman pangan, tanaman hias, memelihara ayam petelur, hingga membudidayakan ikan dalam ember (budikdamber).

“Urban farming ini hadir sebagai bentuk kreativitas masyarakat kota untuk tetap bisa berdaya dalam bidang pangan. Tidak hanya soal konsumsi, tetapi juga membuka potensi ekonomi keluarga,” tambah Munafri.

Munafri berharap, dua hingga tiga tahun ke depan, Makassar bisa menjadi pusat eksibisi urban farming tingkat nasional, dengan ragam pameran hasil tani, bunga dan inovasi pertanian kota lainnya.

Di sisi lain, Pemerintah Kota melalui Dinas Perikanan dan Pertanian (DP2) terus memperkuat infrastruktur dan pendampingan teknis untuk ratusan kelompok tani urban.

Kepala DP2 Makassar, Aulia Arsyad, mengungkapkan bahwa urban farming menjadi semakin mendesak mengingat keterbatasan lahan pertanian aktif yang hanya mencapai 1.463 hektare, tersebar tidak merata di beberapa kecamatan.

“Saat ini, total lahan pertanian kita di Kota Makassar hanya sekitar 1.463 hektare,” ujar Aulia.

Sebaran lahan pertanian aktif di Makassar:

  • Manggala: 469 hektare
  • Tamalate: 342 hektare
  • Tamalanrea: 307 hektare
  • Biringkanaya: 288 hektare
  • Panakkukang: 29 hektare
  • Tallo: 18 hektare
  • Rappocini: 7 hektare

Saat ini, DP2 telah mendampingi 458 kelompok tani urban, yang terdiri dari:

  • 181 Kelompok Wanita Tani (KWT) Hortikultura
  • 79 Kelompok Tani Pangan
  • 15 Kelompok Peternak
  • 53 Kelompok Pembudidaya Ikan
  • 130 Kelompok Pengolah Produk Pangan

Aulia menyebut sebagian kelompok sudah mengadopsi Smart Digital Farming, seperti irigasi dan pemupukan otomatis berbasis digital, penggunaan panel surya, serta aplikasi pemantauan pakan dan nutrisi.

“Adopsi teknologi ini masih dalam level yang beragam, tetapi tren digitalisasi pertanian di Makassar sudah mulai terbentuk,” jelas Aulia.

Sebagai dukungan pemasaran, DP2 juga menggelar Pasar Tani dua kali setiap bulan, sebagai ruang distribusi hasil panen warga sekaligus penguatan ekonomi lokal.

“Pasar tani menjadi titik temu antara petani dan masyarakat urban… juga menjual hasil olahan seperti sambal, telur asin, keripik, dan berbagai produk turunan lainnya,” tambah Aulia.

Urban farming di Makassar juga diintegrasikan dengan pengelolaan limbah berbasis ekologi. Mulai dari komposter rumah tangga, budidaya maggot, hingga edukasi pengelolaan sampah berbasis lingkungan, yang dikolaborasikan dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

Sektor peternakan pun digerakkan dengan layanan Animal Care, yakni pendampingan kesehatan hewan ternak skala rumah tangga.

“Kami sangat mengapresiasi keterlibatan komunitas pemuda yang turut menjadikan urban farming sebagai gerakan sosial dan pendidikan,” tutup Aulia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *