Wajo, Potretnusantara.co.id – Pengadilan Agama (PA) Sengkang mencatat angka perceraian di Kabupaten Wajo sepanjang tahun 2025 mencapai 1.007 perkara. Dari jumlah tersebut, cerai gugat mendominasi dengan 821 perkara, sementara cerai talak tercatat sebanyak 186 perkara.
Data tersebut disampaikan oleh salah satu staf PA Sengkang, Husran, S.H., kepada Potret Nusantara, Rabu (31/12/2025). Ia menegaskan bahwa seluruh perkara perceraian yang diputus telah melalui mekanisme hukum dan syariat Islam, termasuk tahapan mediasi.
Pemeriksaan alasan hukum dalam Islam, perceraian memang dibenarkan namun dengan syarat dan tata cara yang bertanggung jawab. Allah SWT berfirman:
“Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk kembali dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”
(QS. Al-Baqarah: 229).
Ayat tersebut menegaskan bahwa perceraian harus dilakukan secara bermartabat, bukan karena emosi sesaat atau tanpa alasan yang jelas.
Rasulullah SAW juga mengingatkan:
“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak (perceraian),” (HR. Abu Dawud).
Hadis ini menjadi pengingat bahwa meskipun halal, perceraian seharusnya menjadi jalan terakhir, bukan solusi utama dalam konflik rumah tangga.
Sementara itu, Ketua DPD BAIN HAM RI Kabupaten Wajo, Muh Aris, S.Pd.I., S.H., M.A., yang saat berada langsung di Pengadilan Agama Sengkang bersama Potret Nusantara, turut memberikan tanggapan terhadap tingginya angka perceraian tersebut.
Ia menilai dominasi cerai gugat sebagai sinyal kuat lemahnya tanggung jawab sebagian suami dalam membina rumah tangga.
“Mayoritas cerai gugat menunjukkan masih banyak suami yang belum menjalankan perannya secara utuh sebagai pemimpin keluarga. Ini tidak mencerminkan nilai dan jiwa Islam yang mewajibkan suami memberi nafkah lahir dan batin serta menjadi teladan,” tegas Muh Aris.
Ia menambahkan, Islam telah meletakkan tanggung jawab besar kepada suami sebagaimana firman Allah SWT:
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka memberi nafkah,” (QS. An-Nisa: 34).
Menurutnya, tingginya angka perceraian tidak boleh dipandang sebagai persoalan hukum semata, tetapi juga persoalan sosial, moral, dan ketahanan keluarga yang memerlukan perhatian bersama.
Dengan diputusnya 1.007 perkara perceraian sepanjang 2025, secara langsung jumlah janda dan duda di Kabupaten Wajo bertambah sebanyak angka tersebut. Kondisi ini dinilai perlu menjadi perhatian serius pemerintah daerah, tokoh agama, lembaga pendidikan, serta masyarakat secara luas.

















