Advertorial

Gubernur Sulbar, Suhardi Duka, Hadir Sebagai Pembicara Utama di Kegiatan IBF.

×

Gubernur Sulbar, Suhardi Duka, Hadir Sebagai Pembicara Utama di Kegiatan IBF.

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, POTRETNUSANTARA.co.id – Gubernur Sulawesi Barat Suhardi Duka hadir sebagai pembicara utama dalam program Indonesia Business Forum (IBF) yang digelar oleh TV One, Rabu malam, (26/11/2025)

Program tersebut mengangkat tema “Stop Pajaki PBB Hunian dan Sembako” dan dipandu oleh presenter Celia Alexandra.

Selain Gubernur Sulbar, Suhardi Duka, hadir juga sejumlah narasumber lain, yakni Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Putra Hutama, Ketua Bidang Fatwa MUI Prof. Asrorun Niam Sholeh, serta Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin.

Dalam forum tersebut, Suhardi Duka menegaskan pentingnya prinsip keadilan dalam sistem perpajakan.

Ia menyatakan sependapat dengan Prof. Asrorun Niam Sholeh mengenai perlunya kebijakan pajak yang adil bagi masyarakat. Namun, menurutnya, keadilan tersebut juga harus mencakup keseimbangan hak daerah.

“Katakanlah daerah saya, ditarik tambangnya, dirusak lingkungannya, apa yang didapatkan daerah saya? Ini perlu dipikirkan oleh negara dan juga MUI,” ujarnya.

Suhardi Duka mengingatkan bahwa PBB bukan satu-satunya instrumen pajak. Banyak jenis pajak lain yang juga perlu dibahas dalam konteks keadilan fiskal.

Ia menilai tekanan fiskal dari pemerintah pusat kini semakin kuat, sementara pemerintah daerah memiliki ruang terbatas untuk berinovasi mencari sumber pendapatan baru karena dibatasi regulasi pusat.

“Kalau PBB dihapus, harus ada kebijakan pengganti dari pemerintah pusat. Kalau daerah diberi ruang inovasi oleh regulasi, kita bisa cari sumber lain. Tapi sekarang ruang itu tidak ada,” katanya.

Ia menekankan bahwa keadilan fiskal harus dipahami secara komprehensif, tidak hanya antara kelompok masyarakat, tetapi juga antara pusat dan daerah.

“Kalau kita sepakat, mari ciptakan keadilan pajak antara masyarakat miskin dan kaya serta keadilan pendapatan antara pusat dan daerah,” tegasnya.

Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai persoalan fiskal daerah semakin berat karena rendahnya kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang hanya sekitar 15–20 persen dari total pendapatan negara. Menurutnya, pemerintah pusat perlu lebih kreatif meningkatkan PNBP agar beban tidak sepenuhnya jatuh pada daerah.

Ia juga menyoroti pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) yang berdampak signifikan terhadap kapasitas fiskal pemerintah daerah.

“Tahun ini dipangkas 10 persen, daerah sudah kesulitan. Tahun depan dipangkas lagi 25 persen. Banyak Pemda akan kesulitan bahkan hanya untuk membiayai kebutuhan rutin. Bisa terjadi pemangkasan honorer di banyak daerah,” jelasnya.

Wijayanto menyatakan sepakat dengan pandangan Gubernur Suhardi Duka mengenai perlunya keadilan fiskal. Ia menilai persoalan perpajakan tidak dapat dibebankan hanya kepada pemerintah daerah.

“Ini harus menjadi agenda bersama pusat dan daerah. Peran MUI sangat positif karena bisa membantu meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat,” katanya.

Ia berharap fatwa atau panduan MUI terkait kewajiban perpajakan dapat mendorong kepatuhan yang selama ini masih rendah.

“Kalau ini didorong betul, maka compliance pajak yang rendah bisa membaik. Pemerintah tidak hanya dituntut, tapi juga dibantu oleh fatwa itu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *