LingkunganPemerintahan

Mahasiswa Unhas Kembangkan Padi Apung untuk Warga Pesisir Pangkep

×

Mahasiswa Unhas Kembangkan Padi Apung untuk Warga Pesisir Pangkep

Sebarkan artikel ini

Pangkep, Potretnusantara.co.id – Mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) yang tergabung dalam PPK Ormawa Internal Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan (HMIK) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin menciptakan inovasi budidaya padi apung melalui program bertajuk SALT (Seawater Agricultural Land Transformation).

Program ini resmi diluncurkan di Desa Bulu Cindea, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), sebagai upaya memperkuat ketahanan pangan di wilayah pesisir, Ahad (12/10/2025).

Melalui metode hidroponik padi apung, tim Program Penguatan Kapasitas Organisasi Kemahasiswaan (PPK Ormawa) HMIK FIKP-Unhas memanfaatkan perairan laut sebagai lahan alternatif untuk bertani, mengatasi keterbatasan lahan akibat abrasi dan alih fungsi menjadi tambak.

Peluncuran program ini turut dihadiri oleh Bupati Pangkep Dr. H. Muhammad Yusran Lalogau, S.Pi., M.Si., Camat Bungoro sekaligus Kepala Dinas Ketahanan Pangan H. Abd Haris, S.P., M.Si., Kepala Desa Bulu Cindea Made Ali, S.E., serta sejumlah pejabat daerah dan akademisi, termasuk Guru Besar Fakultas Pertanian Unhas Prof. Dr. Ir. Amir Yassi, M.Si., dan dosen pembimbing tim Dr. Ir. Asjah Farhum, ST., M.Si.

Bupati Pangkep menyatakan dukungannya terhadap inovasi ini dan menyebutnya sebagai potensi besar untuk direplikasi di daerah lain.

“Jika program ini berhasil, kami akan berusaha menjadikannya program yang bisa diterapkan di seluruh wilayah Kabupaten Pangkep, terutama di daerah kepulauan,” ujarnya.

Senada dengan itu, H. Abd Haris mengungkapkan bahwa keterbatasan lahan telah menjadi persoalan lama di Desa Bulu Cindea.

“Tahun 2007, banyak warga beralih ke tambak udang karena harganya saat itu sangat tinggi, bahkan mencapai Rp100.000 per kilogram. Sekarang, harga padi sudah naik sampai Rp6.500 per kilogram, membuat banyak petani ingin kembali menanam padi. Namun, kendala utamanya adalah keterbatasan lahan,” jelasnya.

Menurutnya, program SALT merupakan solusi konkret terhadap krisis pangan lokal. Dari sekitar 74 hektare lahan potensial, sistem tanam yang berlaku saat ini (Indeks Pertanaman/IP 100) masih belum mencukupi kebutuhan sekitar 5.000 penduduk desa.

Dengan adanya padi apung, diharapkan produksi padi lokal akan meningkat secara signifikan dan dapat memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri.

Program ini juga menjadi simbol harapan baru bagi masyarakat pesisir, untuk tidak lagi sepenuhnya bergantung pada pasokan pangan dari luar daerah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *