Peristiwa

Kelompok Tani Panca Karya Mendambakan Integrated Farming

×

Kelompok Tani Panca Karya Mendambakan Integrated Farming

Sebarkan artikel ini

Tenggarong Seberang, Potretnusantara – Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Samarinda menyelenggarakan kegiatan sosialisasi dan Focus Group Discussion (FGD) bersama Kelompok Tani Panca Karya di Desa Bangun Rejo, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Selasa (15/7/2025).

Kegiatan ini merupakan salah satu tahap dalam pelaksanaan Hibah Pengabdian Kepada Masyarakat dari Kemendikbudristek tahun 2025, dengan judul “Fasilitasi Pengorganisasian Kelompok Tani Panca Karya Desa Bangun Rejo”. Tim pengabdian terdiri dari empat dosen dan dua mahasiswa FISIPOL UNTAG 1945 Samarinda, yang diketuai oleh Dr. Suhardiman, S.Sos., M.Si.

Ketua Kelompok Tani Panca Karya, Samsuri, membuka kegiatan dengan menyampaikan apresiasi atas kerja sama dalam penguatan kelompok tani. Ia menjelaskan bahwa Kelompok Tani Panca Karya telah berdiri sejak tahun 2009, dengan 24 anggota dan luas lahan sekitar 15 hektare di area pertanian hortikultura lahan tegalan.

“Petani dan pertanian ini penting diperhatikan karena tanpa petani kita akan kelaparan dan orang lapar tidak mungkin mengangkat bedil,” katanya.

Kegiatan dilanjutkan dengan perkenalan tim dan pemaparan orientasi oleh Ketua Tim. Dr. Suhardiman menyampaikan terima kasih kepada pemerintah setempat dan Kelompok Tani Panca Karya atas sambutannya. Ia menegaskan bahwa kegiatan pengabdian ini merupakan bagian dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang mendorong dosen dan mahasiswa untuk terlibat langsung di tengah masyarakat.

“Alhamdulillah, kegiatan ini didanai oleh Kemendiksaintek dan tahapan-tahapan kegiatan ini adalah persiapan, sosialisasi, FGD, bimtek pertanian modern, pemberian bantuan alsintan, pendampingan dan terakhir pelatihan business plan usaha tani. Alsintan yang kami distribusikan di abdimas ini adalah cultivator 2 unit, pemotong rumput 4 unit, pompa air 1 unit, dan alat penebar bibit dan pupuk 3 unit,” kata Suhardiman.

Sambutan selanjutnya disampaikan oleh Dekan FISIPOL UNTAG 1945 Samarinda, H. Marsuq, yang menegaskan pentingnya implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ia juga mengajak pemerintah desa untuk menjadikan Desa Bangun Rejo sebagai desa mitra FISIPOL UNTAG 1945 Samarinda ke depan.

Materi pendukung disampaikan oleh Hartoyo, S.P., Koordinator Penyuluh Pertanian Teluk Dalam, Kecamatan Tenggarong Seberang. Ia membawakan materi Strategi Penguatan Kelompok Tani.

“Sudah lama mendampingi Kelompok Tani Panca Karya dan Alhamdulillah tahun 2024 kelompok tani ini naik kelas dari lanjut ke madya dilihat dari administrasi dan kelembagaan. Kelompok tani ini memiliki kegiatan pertemuan rutin setiap bulan dan administrasi pembukuan lengkap. Hanya saja dari sisi manajemen usaha tani dan produksi masih minim,” jelas Hartoyo.

Ia juga menyebutkan beberapa kendala seperti minimnya modal, sistem produksi dan pemasaran yang masih dilakukan secara individu, serta kurangnya perhatian pemerintah terhadap pertanian hortikultura dibandingkan dengan pertanian padi.

“Pertanian hortikultura untuk beberapa komoditi tidak mendapatkan subsidi bibit dan pupuk dari pemerintah. Kemudian strategi minimal yang kami lakukan untuk penguatan kelompok tani adalah peningkatan kapasitas kelembagaan, akses informasi dan teknologi serta kerjasama dan kemitraan,” kunci Pak Hartoyo.

FGD yang dipandu oleh Dr. Muhammad Said mengungkap sejumlah permasalahan internal kelompok. Di antaranya adalah tidak adanya regenerasi kepengurusan selama 16 tahun, dominasi anggota lansia berusia antara 50–75 tahun, dan luas lahan yang terbatas (0,25–1 hektare), yang semakin menyusut akibat aktivitas pertambangan batu bara.

Saat ditanya tentang minimnya keterlibatan generasi muda, mereka menjelaskan bahwa pekerjaan bertani dianggap berat, berisiko tinggi, dan hasilnya tidak menjanjikan secara ekonomi.

Elaborasi lebih lanjut menunjukkan bahwa para anggota menanam komoditas berdasarkan kebiasaan dan prediksi keuntungan masing-masing, tanpa koordinasi kelompok. Hal ini menyebabkan skala ekonomi kecil dan tidak efisien. Komoditas utama yang ditanam antara lain jagung manis, cabai merah, terung, dan berbagai sayuran.

Pengolahan lahan sebagian besar masih dilakukan secara manual. Meskipun kelompok telah memiliki satu unit hand tractor, penggunaannya terbatas karena keterbatasan bahan bakar. Satu unit cultivator juga belum mencukupi kebutuhan 24 anggota, sehingga penggunaannya dikenakan biaya pemeliharaan.

Kelangkaan bibit dan pupuk serta ketergantungan pada bahan kimia seperti herbisida dan pestisida juga dikeluhkan karena berdampak buruk terhadap kesuburan tanah. Ketersediaan air pun menjadi persoalan serius akibat menyusut atau tertutupnya aliran sungai akibat pertambangan.

“Solusinya, ya kami harus menggunakan sumur pompa dan pipanisasi. Ini menambah ongkos produksi lagi,” seloroh mereka.

Dalam hal pemasaran, hasil pertanian umumnya dijual langsung oleh petani ke pasar. Jika produksi melimpah, pedagang (tengkulak) biasanya datang ke lokasi. Namun, ketergantungan pada tengkulak menimbulkan persoalan harga, karena petani tidak memiliki akses informasi dan hanya menerima harga sesuai yang disampaikan oleh tengkulak, bahkan pembayaran dilakukan setelah produk laku di pasar.

FGD ditutup dengan penyusunan prioritas solusi. Salah satu yang paling menonjol adalah pentingnya penerapan integrated farming atau sistem pertanian terpadu. Kelompok mengusulkan pengembangan peternakan sapi dengan kandang kelompok. Menurut mereka, kotoran sapi dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk mengembalikan kesuburan tanah.

“Akhir peternakan adalah awal pertanian dan akhir pertanian adalah awal peternakan.”

Para petani berharap agar program integrated farming dapat diimplementasikan sebagai bagian dari keberlanjutan program pengabdian masyarakat, guna meningkatkan kesejahteraan mereka.

Penulis: Said Muhammad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *