Opini

Refleksi Pemikiran Dan Keteladanan Gus Dur: Memperingati Haul Gus Dur ke-16

×

Refleksi Pemikiran Dan Keteladanan Gus Dur: Memperingati Haul Gus Dur ke-16

Sebarkan artikel ini

Oleh: Muh Aynul Yaqin

Adv

(Mahasiswa Pascasarjana UIN Palopo)

Opini Publik, Potretnusantara.co.id- KH. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal sebagai Gus Dur merupakan salah satu Tokoh besar Bangsa Indonesia yang pemikiran dan keteladanannya terus hidup melampaui zamannya. Ia bukan hanya seorang Ulama, tetapi juga Intelektual, Budayawan, Negarawan, dan Pejuang Kemanusiaan.

Lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 7 September 1940, Gus Dur berasal dari Keluarga Besar Pesantren dan Pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Namun, kebesaran Gus Dur tidak hanya lahir dari garis keturunan, melainkan dari nilai-nilai hidup, pemikiran, dan keteladanan yang ia wariskan kepada Bangsa ini.

Dalam bidang Keagamaan, Gus Dur dikenal sebagai Ulama yang Inklusif dan Humanis. Ia memandang Islam sebagai Agama yang hadir untuk memuliakan manusia. Salah satu pernyataannya yang masyhūr adalah, “Agama harus menjadi Inspirasi Moral, bukan alat untuk saling menyalahkan”.

Kutipan ini menegaskan bahwa keberagamaan sejati tidak boleh melahirkan kekerasan atau kebencian, melainkan harus menumbuhkan kasih sayang, keadilan, dan penghormatan terhadap martabat manusia. Prinsip “Memanusiakan Manusia” menjadi inti dari cara Gus Dur memahami Agama dan kehidupan sosial.

Pemikiran Gus Dur tentang Kebangsaan dan Demokrasi juga sangat relevan hingga hari ini. Ia menegaskan bahwa Negara harus bersikap adil terhadap seluruh warganya tanpa membedakan latar belakang agama maupun keyakinan.

Gus Dur pernah menyampaikan, “Tidak penting apapun agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa Agamamu”.

Kutipan ini mencerminkan pandangannya bahwa nilai kemanusiaan harus ditempatkan di atas identitas primordial. Baginya, Agama tidak boleh dijadikan alat kekuasaan, dan demokrasi harus menjamin kebebasan serta keadilan bagi semua.

Dalam kehidupan Sosial, keteladanan Gus Dur terlihat dari sikapnya yang sederhana, rendah hati, dan penuh humor. Ia menggunakan humor sebagai sarana kritik sosial dan pendekatan kemanusiaan. Gus Dur pernah berkata, “Humor itu bagian dari Kecerdasan, karena dengan humor kita bisa melihat persoalan dari jarak yang lebih jernih”.

Melalui Humor, ia mengajarkan bahwa kebijaksanaan tidak selalu harus disampaikan dengan ketegangan, melainkan dapat hadir dengan kelapangan hati dan senyuman.

Sebagai Presiden ke-4 Republik Indonesia, Gus Dur menunjukkan keberanian moral dalam mengambil keputusan, terutama dalam membela kelompok minoritas dan membuka ruang kebebasan sipil. Meski sering menghadapi kritik dan penolakan, ia tetap teguh pada prinsipnya. Hal ini sejalan dengan ucapannya, “Yang lebih penting dari Politik adalah Kemanusiaan”.

Kutipan ini menggambarkan bahwa bagi Gus Dur, Kekuasaan hanyalah alat, bukan tujuan akhir. Bagi kehidupan saya, nilai, pemikiran, dan keteladanan Gus Dur menjadi kompas Moral dan Intelektual.

Ia mengajarkan tentang keberanian untuk bersikap adil meski tidak populer, menghargai perbedaan tanpa kehilangan prinsip, serta membela kebenaran dengan cara yang bermartabat. Gus Dur juga mengingatkan bahwa Iman, Akal, dan Kemanusiaan harus berjalan seiring dalam kehidupan.

Dalam momentum Haul Gus Dur ke-16, Refleksi atas pemikiran dan keteladanannya bukan sekadar mengenang sosok besar, tetapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai yang ia perjuangkan. Di tengah tantangan Intoleransi, Polarisasi Sosial, dan Krisis Kemanusiaan, pesan Gus Dur tetap relevan sebagai cahaya penuntun; “Kita tidak boleh lelah Mecintai Indonesia dan sesama Manusia”.

Sumber Referensi:

  • Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita, Jakarta: The Wahid Institute, 2006.
  • Greg Barton, Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid, Jakarta: Equinox Publishing, 2002.
  • Abdurrahman Wahid, Kumpulan esai dan wawancara, Jakarta: Kompas, 2010.
  • Abdurrahman Wahid, Esai-esai Politik dan Kemanusiaan, Jakarta: LP3ES, 2004.
  • Pernyataan Gus Dur dalam berbagai pidato kebangsaan.

Editor: S PNs

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *